Selasa, 14 Januari 2025 – 05:48 WIB
Jakarta – Pasangan calon atau pasangan calon bupati dan wakil rakyat nomor urut 1 Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, menghadiri sidang yang digelar di Mahkamah Konstitusi (CJ) Senin lalu. Sidang tersebut terkait sidang pendahuluan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati dalam perkara nomor 96/PHPU.BUP-XXIII/2025.
Baca juga:
Menurut Bamsoet, penghapusan Presidential Threshold dapat mengakibatkan rendahnya kualitas kandidat.
Terkait agenda penyampaian pokok permohonan, Perwakilan Kelompok Hukum Hendra-Budiman Isnaldi menjelaskan, ada beberapa klaster pokok permohonan. Salah satunya adalah pelanggaran yang dilakukan pihak penyelenggara
Menurut dia, penyelenggara yang dimaksud adalah Ketua Panitia Pemungutan Suara (KPPS) di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Baca juga:
Bamsoet membeberkan sejumlah konsekuensi dari keputusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus batasan calon presiden.
“Aplikasi kami mencakup 25 TPS. Ada pelanggaran. Misalnya ada beberapa pemilih yang tidak punya hak pilih di salah satu TPS, tapi diperbolehkan memilih di TPS itu,” kata Isnaldi. Demikian keterangan Mahkamah Konstitusi yang diajukan pada Selasa, 14 Januari 2025.
Baca juga:
Willy Yosef-Habib Ismail Cabut Gugatannya di MK, Agustiar-Edi Pratovo Siap Dilantik Jadi Gubernur-Wakil Gubernur Kalteng
Isnaldi menjelaskan, dugaan pelanggaran tersebut melibatkan pemilih yang berpindah tanpa izin pindah yang diberikan oleh tergugat, dalam hal ini penyelenggara pemilu. Menurut dia, ada penambahan daftar pemilih. Lalu ada pemilih TPS yang tidak seharusnya.
“Terdeteksi kejanggalan di 25 TPS tersebut sehingga penyelenggara meminta pemungutan suara ulang (PSU) di 25 TPS yang banyak terjadi pelanggaran,” jelasnya.
Ia menambahkan, dalam aplikasi tersebut juga disebutkan bahwa kebijakan moneter dilakukan di 25 TPS. Praktik kebijakan moneter melibatkan pemberian uang kepada masyarakat dari pasangan calon lain dan diklaim ada buktinya.
Besarannya bervariasi antara Rp 200-300 ribu, ujarnya.
Lebih lanjut, Isnaldi menemukan klaster berikutnya terkait tudingan intimidasi yang dilakukan tim yang berhasil mengalahkan pasangan calon lain. Intimidasi ini dilakukan terhadap saksi pasangan nomor 1 yang dijelaskan dalam permohonan.
“Ada yang ambil KTP, lalu saksi kita diusir (pasal calon nomor urut 1), lalu ada ancaman. Ini masih masuk dalam 25 TPS yang kita usulkan,” lanjut Isnaldi.
Oleh karena itu, ia berdalih kubu petahana Hendra-Budiman mengupayakan PSU karena adanya dugaan kejanggalan.
“Jadi untuk persoalan seperti itu kami minta dilakukan pemungutan suara ulang karena ada tiga hal utama dari pihak penyelenggara dan peserta,” ujarnya.
Selain itu, sebagai alat bukti, Isnaldi mengatakan pihaknya menyiapkan seluruh bukti yang disertakan dalam permohonan sebagai penguat.
“Barang bukti yang diajukan untuk memperkuat dalil tersebut antara lain hasil Formulir S, daftar hadir, daftar pemilih pindahan, daftar pemilih tambahan,” kata Isnaldi.
Lalu ada DPT online untuk membuktikan bukti pemilih memilih di TPS yang tidak tepat, jelasnya.
Kemudian dia mengatakan, orang-orang yang lebih memahami permasalahan tersebut telah mempersiapkan saksi di sidang pengadilan. Dia yakin, semua bukti tersebut memperkuat alasan permohonan PSU dikabulkan oleh juri konstitusi.
“Kami yakin memang ada pelanggaran di 25 TPS yang pasti dilakukan PSU,” ujarnya.
Halaman berikutnya
Ia menambahkan, dalam aplikasi tersebut juga disebutkan bahwa kebijakan moneter dilakukan di 25 TPS. Praktik kebijakan moneter melibatkan pemberian uang kepada masyarakat dari pasangan calon lain dan diklaim ada buktinya.