Rabu, 15 Januari 2025 – 21:39 WIB
Jakarta – Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan untuk mengatasi mahalnya biaya MinyaKita, pihaknya telah mengusulkan pelonggaran biaya wajib BUMN melalui surat kepada Menteri Keuangan Shri Mulyani Indrawati.
Baca juga:
Mendag Budi 3 Strategi pasar baja Indonesia untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan permintaan ekspor yang tinggi
Tujuannya agar BUMN pangan seperti Perum Bulog dan ID FOOD dapat ikut mendistribusikan MinyaKita langsung ke pengecer tanpa terhambat kendala distribusi akibat kewajiban retribusi tersebut.
“Pembayaran retribusi wajibnya akan dibayarkan tahun depan, dipungut langsung oleh BUMN. Jadi perusahaan ini harus bayar dulu, baru bisa digunakan lagi oleh pemerintah, yang agak ribet,” kata Budi saat ditemui di kawasan Slipi, Jakarta Barat. , Rabu 15 Januari 2025.
Baca juga:
Bertemu Shri Mulyani, Bahas Coretax, Luhut: Saya yakin sistem ini akan berjalan baik
Budi berharap usulan keringanan biaya wajib yang diajukannya bisa menjadi solusi atas tingginya harga MinyaKita di pasaran, dimana harga eceran tertinggi (HET) saat ini mencapai Rp 15.700 per liter. Bahkan, jika dihubungi panel penjualan Badan Pangan Nasional (Bapanas), rata-rata harga MinyaKita secara nasional mencapai Rp 17.518 per liter.
Baca juga:
CEO Bukalapak bertemu dengan Menteri Perdagangan usai mengumumkan penutupan pasar
“Kita sudah membicarakan hal itu, semoga segera ada solusi agar pendistribusian MinyaKita bisa lebih bersih,” ujarnya.
Terkait pengurangan jalur distribusi MinyaKita, Budi memastikan tidak ada perubahan pada mekanisme yang ada saat ini. Saluran distribusi MinyaKita masih dimulai dari produsen, distributor pertama (D1), distributor kedua (D2), pengecer hingga konsumen akhir.
“Yang dinilai hanya satu soal soal Wapu (pungutan wajib) ya. Artinya kalau pungutan wajib, produsennya langsung ke BUMN. Ya, BUMN ‘langsung’. Jadi pengecer kalau itu BUMN itu D1, jadi produsen langsung berhak ekspor, kata Budi.
“Tapi kalau swasta harus D2 dulu, baru bisa hak ekspor. Jadi di wapu untuk pengurangan (distribusi) hanya ada sedikit kendala. Tapi saya kira tidak ada masalah”, – katanya.
Diketahui, sebelumnya Sekretaris Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Iqbal Shoffan Shoffwan, mendesak BUMN pangan milik pihaknya ikut serta dalam pendistribusian MinyaKita agar harga jualnya bisa sama. Dengan harga eceran tertinggi (HET) yakni Rp 15.700 per liter.
Namun perusahaan pangan milik negara masih terkendala kendala sehingga belum menyalurkan Oilita karena harus melonggarkan kewajiban pungutan.
Halaman berikutnya
“Yang dinilai hanya satu soal soal Wapu (pungutan wajib) ya. Artinya kalau pungutan wajib, produsennya langsung ke BUMN. Ya, BUMN ‘langsung’. Jadi pengecer kalau itu BUMN itu D1, jadi produsen langsung berhak ekspor, kata Budi.