Desa Ekowisata Berbasis Rotan di Kalimantan Timur

Sabtu, 18 Januari 2025 – 09:20 WIB

Bagus, VIVA – Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan daerah penghasil rotan kedua di Indonesia setelah Kalimantan Tengah. Namun saat ini rotan belum menjadi komoditas unggulan daerah yang terkait dengan hasil hutan non hutan. Tikus yang dikirim keluar Pulau Kalimantan sebagian besar merupakan tikus mentah yang harganya murah karena tidak mempunyai nilai tambah.

Baca juga:

Seorang pengendara sepeda motor menabrak polisi karena takut ditilang, ternyata dia sedang mabuk.

Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Berau Kalimantan Timur mendirikan desa ekowisata berbasis rotan di Desa Long Beliu. Sebagai rumah bagi masyarakat tradisional Dayak, desa ini memiliki hutan tikus yang luas dan mudah ditemukan.

Perempuan penenun rotan di Kampung Long Beliu, Berau

Foto:

  • VIVA.co.id/Jhovanda (Kalimantan Timur)

Baca juga:

Satu-satunya sekolah dasar di Pulau Derawan, Kalimantan Timur, terancam ditutup

Tak hanya di sekitar hutan desa seluas 4.633 m2, namun juga di sepanjang kawasan Sungai Gie, Sungai Kelay, dan Sungai Peteng yang mengelilingi desa.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Yayasan Konservasi Nusantara dan mitra pada Agustus hingga Oktober 2024, telah teridentifikasi 40 spesies tikus di kawasan tersebut. Dari temuan tersebut, yang paling banyak dimanfaatkan masyarakat untuk tujuan komersil adalah Rotan Manau, Rotan Sabut, dan Rotan Sega.

Baca juga:

Membangkitkan semangat keberlanjutan dan ekowisata, Mandiri Jogja Marathon 2024 resmi diluncurkan

Awalnya tikus secara tradisional digunakan sebagai bahan bangunan, bahan kerajinan tertentu, bahkan sebagai sumber makanan (umbut). Namun, di penghujung tahun 2024, segalanya berubah. Sebagai salah satu desa yang menerima kredit karbon berbasis produktivitas dari Forest Carbon Partnership Facility-Carbon Fund (FCPF-CF) Bank Dunia, Desa Long Beliu fokus pada pengelolaan dan pengembangan produk rotan. .

Kepala Desa Long Beliu John Patrick Ajang mengatakan Desa Long Beliu mulai fokus pada pengelolaan dan pengembangan produk turunan rotan. Skema ini bertujuan untuk memaksimalkan kapasitas lokal, yang berdampak langsung pada konservasi hutan dan kesejahteraan masyarakat.

“Anyaman tikus merupakan warisan budaya dan warisan nenek moyang, sudah melekat dalam budaya kita, sekarang bisa dikembangkan,” kata John.

Tak hanya menghasilkan produk rotan, Desa Long Beliu juga membuka Ekowisata Desa Rotan. Pengunjung dapat menikmati pelayaran sungai dengan perahu, melihat rumah tenun rotan dan merasakan langsung menenun bersama pengrajin, mengamati hutan, belajar tentang desa dan diajak wisata kuliner suku Dayak Gai dan Kenya.

– Desa kami siap menyambut wisatawan dengan sumber daya alam dan budayanya yang luar biasa. – katanya.

Pemerintah desa menargetkan memiliki rumah produksi tikus di desanya pada tahun 2025. Rumah produksi tersebut dibangun untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi para perajin tenun rotan, serta membangun galeri desa untuk mempromosikan dan menjual berbagai produk rotan.

Rencananya, Unit Usaha Pengelolaan Rotan di Desa Long Beliu akan dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup melalui supervisi Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) HHBK dan Balai Kehutanan Perdesaan.

Mohd Hendratno, Asisten I Sekretaris Daerah Kabupaten Berau, mengatakan Ekowisata Kampung Rotan merupakan langkah awal kebangkitan industri rotan berbasis masyarakat, sekaligus memberikan pesan kuat untuk menjaga hutan lestari.

“Ini sebuah terobosan, bahan mentah untuk membuat kerajinan banyak dan mudah untuk berjalan-jalan di pedesaan. “Saya kaget, rotan yang mereka buat sangat halus dan berstandar internasional,” ujarnya.

Manajer Senior Program Terestrial Yayasan Konservasi Nusantara Niel Makinuddin mengatakan tikus merupakan alternatif tempat hidup yang potensial. Apalagi jika dikelola secara profesional dan berkelanjutan. “Semuanya, mulai dari bibit hingga batangnya bisa dimanfaatkan.

Niel juga menjelaskan bahwa rotan lestari dapat menyelamatkan hutan. Sebab rotan dapat tumbuh dan mempunyai kualitas yang baik jika terdapat tiang pohon sebagai tempat berkembang biaknya.

Dengan demikian, masyarakat secara tidak langsung meningkatkan tanggung jawabnya terhadap kelestarian dahan-dahan pohon yang ada di hutan tempat tumbuhnya tikus tersebut.

Halaman berikutnya

“Anyaman tikus merupakan warisan budaya dan warisan nenek moyang, sudah melekat dalam budaya kita, sekarang bisa dikembangkan,” kata John.

Tim Futsal Putri Lolos ke Piala Asia AFC 2025 Eric Tahir: Luar Biasa 2 Menang 17 Gol!



Sumber