Situmorang Selatan Minta Kasus Penghalang Laut Dikaji Ulang Hukumnya: Jangan Dibongkar Pakai Tank Saja

Kamis, 23 Januari 2025 – 19:03 WIB

Jakarta, VIVA- Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mendesak aparat penegak hukum turun tangan mengusut tuntas kasus hambatan laut di Tangerang, Banten. Menurut dia, kasus terkait tanggul laut tidak bisa diselesaikan hanya dengan membongkar saja, melainkan harus diusut tuntas melalui jalur hukum, karena ada dugaan pelanggaran hukum.

Baca juga:

Rumahnya Dijarah, KPK Bisa Panggil Mantan Wakil Presiden Djan Faridz dalam Kasus Harun Masiku

“Saya kira undang-undang yang dilanggar di tembok laut itu setidaknya undang-undang. Undang-undang lingkungan hidup, apa pun namanya undang-undang, administrasi, maka banyak undang-undang yang dilanggar,” kata South pada 2025. Rapat Dengar Pendapat di Jakarta, “Hukum Kejaksaan: Antara Kekuasaan dan Keadilan Negara”.

Mantan Pimpinan KPK Situmorang Selatan

Baca juga:

Alasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah mantan Wakil Presiden Jan Faridz terkait kasus Harun Masiku.

Selain itu, kata dia, pagar laut juga diduga melanggar UU Tipikor. Oleh karena itu, ia mendesak agar kasus pagar laut ini diusut melalui proses hukum. Sebab, lanjutnya, siapa pun pelakunya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

“Ini harus diikuti dengan proses hukum yang adil. Sudah jelas betapa sebidang tanah bisa, apalagi menyakiti hati orang. Itu saja, nyatanya banyak orang yang berlangganan. Kalau kita ingin beralih dari UUD 1945 ke UU Tipikor, kita juga menemukannya di sana. “Siapa melakukan apa, kita harus memutuskan,” katanya.

Baca juga:

KPK menyita dokumen dan barang bukti elektronik yang diperoleh saat penggeledahan rumah Djan Faridz

Selain itu, menurut Saut, pada pertengahan tahun 2024 terdapat laporan bahwa Ombudsman RI telah mengajukan pengaduan. Oleh karena itu, jika tidak ada pengawasan, kagetlah ada 3 tank amfibi yang dikerahkan untuk membongkar pagar bambu yang dipasang sekitar 30 kilometer di Tangerang.

“Jadi ini sangat sederhana. Selain itu, kami bahkan tidak mengerahkan 3 tank amfibi. Bayangkan kita menempatkan 3 tank amfibi di sana dan kemudian hal yang sama terjadi. Selain itu, tank tidak diperlukan. Kami telah mengerahkan 3 tank amfibi untuk digunakan berperang. Anda perlu membongkarnya. Lalu tidak ada tindak lanjut. Oh, kami sangat naif. “Itu tidak bisa dilakukan, harus ada pengawasan,” ujarnya.

Oleh karena itu, kata Saut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus turun tangan atau mengawasi pengusutan kasus penghalang laut tersebut, termasuk Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

“Komisi Pemberantasan Korupsi harus memantau dan mengadu bukanlah kejahatan. Seharusnya polisi yang memulai, seharusnya melaporkan, memberikan bukti, dan sebagainya. Kita sudah banyak memakan korban, tapi kemudian tidak ada tindak lanjut, tidak boleh. “Harus kita tindaklanjuti,” jelasnya.

Sebab, kata South, kasus tersebut berdampak pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Karena indeks persepsi korupsi itu kompleks, misalnya perilaku polisi, tentara, hakim, jaksa, dan lain-lain.

“Kami berharap 5 tahun ke depan pemerintahan ini memiliki undang-undang yang jelas, undang-undang yang adil, undang-undang yang bermanfaat,” tutupnya.

Halaman berikutnya

Oleh karena itu, kata Saut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus turun tangan atau mengawasi pengusutan kasus penghalang laut tersebut, termasuk Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Halaman berikutnya



Sumber