Rana Karno Ungkap Strategi Pelestarian Budaya Betavi, Rujuk Film C. Doel untuk Anak Sekolah

Minggu, 6 Oktober 2024 – 21:58 WIB

Jakarta, VIVA – Calon Wakil Gubernur (Cawagub) DKI Jakarta nomor urut 3 Rano Karno mengatakan, strateginya menjaga budaya Betawi menggunakan filosofi film permainan yakni Si Doel Anak Sekolahan.

Baca juga:

7 Strategi Dharma-Kun untuk memajukan Jakarta sebagai pusat perekonomian nasional dan global

Rana menyinggung pentingnya mengubah pola pikir masyarakat Jakarta terkait perlindungan budaya Betawi.

“Yang perlu kita jaga adalah pola pikir masyarakat Jakarta, agar mereka memandang budaya sebagai sumber daya manusia yang berjangka panjang. Saya namakan ‘Istana Anak Sekolah’. Kenapa?” kata Rano Karno pada debat pertama Pilkada Jakarta di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat pada Minggu, 6 Oktober 2024.

Baca juga:

Rano Karno menegaskan, Jakarta tidak bisa melawan polusi sendirian, melainkan harus bekerja sama

Menurutnya, filosofi film tersebut adalah menjadikan setiap tempat di Jakarta sebagai tempat pembelajaran.

Debat perdana Pilkada DKI Jakarta 2024

Baca juga:

Pramono akan membangun balai umum untuk meningkatkan sumber daya manusia Jakarta

“Karena yang namanya sekolah itu tidak hanya di sekolah. Di sini kita belajar. Kita ceramah, bertanya, berdebat, di sini kita benar-benar belajar,” ujarnya.

Mantan Gubernur Banten ini menjelaskan, programnya bersama Pramono Anung adalah melaksanakan pembangunan balai desa di setiap masyarakat desa sebagai wujud pelestarian budaya Betawi.

“Nah, tentu hasil akhir dari budaya itu harus ada tempat yang menjaganya. Kita perlu balai masyarakat, kita perlu Taman Ismail Marzouki,” ujarnya.

Diketahui, tiga pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur Jakarta antara lain Ridwan Kamil-Suswono, Dharma Pongrekun-Kun Wardana Abyoto, dan Pramono Anung-Rano Karno telah menggelar debat perdananya di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat. .

Debat pembuka tersebut mengangkat topik “Penguatan Sumber Daya Manusia (SDM)” dan “Transformasi Jakarta Menjadi Kota Global”.

Halaman selanjutnya

“Nah, tentu hasil akhir dari budaya itu harus ada tempat yang menjaganya. Kita perlu balai umum, kita perlu Taman Ismail Marzouki,” ujarnya.

Halaman selanjutnya



Sumber