Pengamat nilai angka tersebut patut pula diusut dalam kasus korupsi Harvey Moise

Rabu, 9 Oktober 2024 – 18:41 WIB

Jakarta, VIVA – Bukti baru kasus mega korupsi yang melibatkan bisnis barang timah terungkap dalam persidangan Senin, 7 Oktober 2024 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Terungkap, PT Refined Bangka Tin (RBT) mengajukan kerja sama dengan PT Timah Tbk terkait penyewaan alat peleburan.

Baca juga:

Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku masih belum mengetahui untuk tujuan apa dana tersebut akan masuk ke Gubernur Kalsel Sahbirin Noor.

Hal itu terungkap dari keterangan mantan Direktur PT Timah Tbk Mochtar Reza Pahlavi Tabrani kepada terdakwa Kepala Dinas ESDM (Cadiz) Provinsi Bangka Belitung, Amir Syahbana, Suranto Vibowo, dan Plt Kepala Dinas ESDM Babel. Rusbani.

Terdakwa kasus korupsi timah, Harvey Moise, sedang menjalani persidangan

Baca juga:

Sepasang suami istri bermula karena cemburu dan berencana membunuh korban

Menanggapi dalil tersebut, Pengamat Hukum Fajar Trio menilai majelis hakim memerintahkan jaksa untuk memanggil pengusaha Robert Bonosusatya sebagai saksi dalam persidangan. Hal itu dilakukan karena kejaksaan belum menetapkan Robert sebagai tersangka, termasuk eksekusi tindakan perampasan aset atau perampasan aset dalam kasus dugaan korupsi tersebut.

Fajar juga mendukung upaya MAKI mengadili Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) karena gagal memproses Robert Bonosusatya dalam kasus dugaan korupsi. Permohonan penghentian penyidikan kasus dugaan korupsi itu diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis, 3 Oktober 2024.

Baca juga:

Tersangka korupsi adalah kekayaan Gubernur Kalsel Sahbirin Noor

“Saya mendukung upaya MAKI. Jaksa harus mengundang Robert Bonosusatya ke persidangan dan, jika ada cukup bukti, menetapkan tersangka berdasarkan keterangan saksi persidangan. Selain itu, jangan berhenti mengikuti perkembangan kejahatan yang dilakukan Harvey Moyes dan kawan-kawan di RBT. Salah satunya dengan mempercepat tindakan pemulihan aset agar pelakunya sekaligus dimiskinkan, kata Fajar di Jakarta, Rabu, 9 Oktober 2024.

Ia memperkirakan dugaan kerugian negara dalam kasus ini sangat fantastis hingga mencapai Rp 271 triliun. Jaksa, menurut dia, harus segera menyita seluruh harta kekayaan para tersangka melalui perusahaan yang didirikan pelaku.

“Ini yang harusnya diungkap Kejaksaan Agung. Pasti abal-abal kan? Termasuk aset-aset yang berada di luar negeri harusnya diburu. Jangan hanya punya aset di Indonesia,” ujarnya.

Fajar yakin, jika pengembangan selesai maka jumlah tersangka kasus korupsi berat akan bertambah. Dia memperkirakan, jika kasus ini diusut berdasarkan pasal DPP, jumlah tersangka bisa 2-3 kali lebih banyak dari jumlah yang ditentukan.

“Dan saya yakin masih banyak tersangka PT RBT yang masih buron bahkan berusaha menyembunyikan aset hasil kejahatannya. Dan untuk mendapatkan kredibilitas hukum, Kejaksaan harus menetapkan nama tersangka Robert Bonosusatya. ” katanya.

“Kalau dia diadili pakai TPPU, bisa jadi tersangkanya dua kali lipat dari sekarang. Bisa tiga kali lipat,” sambungnya.

Bahkan, lanjutnya, tak menutup kemungkinan uang hasil korupsi para tersangka dalam kasus ini sampai ke orang-orang terdekatnya, misalnya suami atau istri. Oleh karena itu, ke depan kasus ini harus dikaitkan dengan kemungkinan pasal TPPU. “Kita perlu melihat istrinya menerima, menikmati, dan berkontribusi dalam hidupnya dengan hasil kejahatan yang diterima suaminya,” ujarnya.

Proses perkara korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta

Sidang kasus korupsi bisnis timah di Pengadilan Tipikor Jakarta

Sebagai informasi, dalam sidang 7 Oktober 2024, Riza mengaku bertemu dengan perwakilan PT RBT Harvey Moise dan membahas tawaran kerja sama tersebut. Kemudian dilakukan pertemuan lanjutan antara Harvey Mois dengan Direktur Operasional PT Timah Tbk Alvin Albar.

“Ada beberapa pertemuan, pertama kami mendapat surat penawaran dari RBT. Di Hotel Sofia, saya dan Pak Harvey Moyes hanya ngobrol santai saja. Lalu pertemuan berikutnya. Saya mengundang Pak Alvin karena saya yang memintanya untuk membicarakan topik ini. .untuk belajar lebih banyak tentang kerjasama, “kata Reza.

Dalam kasus korupsi ekstrem ini, perusahaan pemilik pabrik metalurgi tersebut dianggap melakukan penambangan timah ilegal di kawasan IUP PT Timah di Bangka Belitung.

Mineral yang dibeli dari penambangan liar di wilayah IUP PT Timah kemudian dijual ke PT Timah oleh perusahaan pemilik smelter tersebut seolah-olah ada kolusi untuk menyewa alat peleburan tersebut.

Adapun harga yang dipatok untuk sewa alat ini mahal atau diatas pasaran, yakni 3.700 dollar per ton. Menurut jaksa, penetapan harga tersebut dilakukan tanpa studi kelayakan yang matang. Sebanyak lima perusahaan swasta metalurgi bekerjasama dengan PT Timah dalam penyewaan alat peleburan.

Halaman berikutnya

“Ini yang harusnya diungkap Kejaksaan Agung. Pasti abal-abal kan? Termasuk aset-aset yang berada di luar negeri harusnya diburu. Jangan hanya punya aset di Indonesia,” ujarnya.

Halaman berikutnya



Sumber