Pada saat yang sama, petani gabah menolak kemasan polos tanpa label

Senin, 21 Oktober 2024 – 20:10 WIB

Jakarta, VIVA- Petani gabah secara kolektif menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dan peraturan turunannya yaitu Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK), yang mana kedua kebijakan tersebut memuat peraturan daerah yang melarang penjualan dan membatasi iklan produk tembakau hanya untuk umum. Mereka menolak bungkus rokok biasa tanpa merek.

Baca juga:

Hilangnya Barang Bea dan Cukai Akibat Aksi Senilai Rp4,3 Miliar di Bali

Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Gabah Indonesia (APCI) I Ketut Budiman menegaskan, peraturan tersebut berdampak pada keberlanjutan berbagai pihak, baik petani, pengecer, pekerja tembakau, hingga konsumen itu sendiri.

“Logikanya, jika produksi rokok menurun maka akan berdampak juga pada sektor hulu, termasuk penyerapan tenaga kerja dan pemanfaatan bahan baku. Jika produksi bahan baku khususnya biji-bijian menurun, kemungkinan besar karena produksi biji-bijian sudah cukup untuk memenuhi permintaan.” , katanya.

Baca juga:

Bea Cukai ratusan ribu batang rokok biasa senilai satu miliar rupiah di Semarang

Ia juga khawatir dengan merebaknya rokok ilegal jika pemerintah memberlakukan aturan terhadap rokok biasa tanpa merek. Menurutnya, dengan kondisi saat ini yang tarif cukainya sudah tinggi, rokok ilegal sudah menjamur di masyarakat.

“Ini bisa menjadi peluang bagi peredaran rokok ilegal. Jadi pada dasarnya apapun yang berujung pada penurunan produksi tentu akan berdampak pada kita, terutama eksploitasi bahan bakunya. Tentu kita tidak setuju dengan regulasi dan penolakan tersebut. untuk melaksanakannya,” ujarnya.

Baca juga:

PKB Optimistis Obsesi Prabu Soal Swasembada Pangan Bisa Terwujud, Tapi Dengan 5 Syarat

Budiman mengingatkan pemerintah, rokok tidak dilarang atau ilegal. Menurut dia, hingga saat ini industri rokok telah memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan negara.

Oleh karena itu, dia menegaskan, pemerintah harus bijak dalam mengeluarkan kebijakan yang dapat menjamin hajat hidup orang banyak. Ia mengatakan, kebijakan harus mempertimbangkan dampak dari berbagai sisi dan tidak merugikan masyarakat luas.

Selain itu, pemerintah masih belum memiliki solusi terhadap kebijakan kemasan rokok polos di RPMK atau larangan daerah terhadap penjualan dan promosi produk tembakau di PP 28/2024, khususnya kepada pekerja, petani tembakau, dan petani gabah. , dan pendapatan negara.

“Bagaimana dengan pekerja yang kehilangan mata pencahariannya? Apakah ada keringanan? Bagaimana dengan penerimaan negara? Apakah permasalahan di perdesaan ada solusinya? Pemerintah berusaha menciptakan lapangan kerja, tapi peraturan ini justru bisa menghilangkan banyak lapangan kerja,” pungkas Budiman. .

Tinjauan Populasi Dunia melaporkan bahwa Indonesia memproduksi sekitar 109.600 ton biji kopi setiap tahunnya, atau setara dengan 70% produksi dunia. Meski Indonesia merupakan pemimpin dunia dalam produksi cengkeh, beberapa negara lain juga berperan penting dalam pasar cengkeh internasional, dimana sekitar 96 persennya digunakan sebagai bahan baku rokok kretek. Sedangkan di urutan kedua ada Madagaskar yang menyumbang sekitar 27% produksi global. Selain itu, negara-negara seperti Komoro, Malaysia, Tiongkok, Kenya, Sri Lanka, dan Tanzania juga merupakan pemain utama dalam produksi biji-bijian. Namun, Indonesia unggul dengan iklim tropis dan sejarah panjang budidaya padi-padian.

Halaman berikutnya

Oleh karena itu, dia menegaskan, pemerintah harus bijak dalam mengeluarkan kebijakan yang dapat menjamin hajat hidup orang banyak. Ia mengatakan, kebijakan harus mempertimbangkan dampak dari berbagai sisi dan tidak merugikan masyarakat luas.



Sumber