Selasa, 5 November 2024 – 18:06 WIB
Jakarta – Menteri Pertanian Amran Sulaiman menegaskan siap mundur dari jabatan Menteri Pertanian jika tidak memberantas mafia impor.
Baca juga:
Kementerian Pertanian menargetkan lahan sawah seluas 500.000 hektare di Kalimantan Selatan
Janji tersebut disampaikannya di hadapan Komisi IV DPR RI saat rapat dengan Kementerian Pertanian guna membahas strategi produksi lahan padi untuk mencapai tujuan swasembada pangan.
“Mafia impor, kalau ketemu kita lawan, Insya Allah. Perlu dukungan,” kata Amran dalam rapat gabungan dengan Komisi VI DPR RI, Selasa, 5 November 2024.
Baca juga:
Penelusuran sepeda motor bekas, Bea Cukai mengungkap kronologi kegagalan penyelundupan
Kalau tidak bisa diperbaiki, saya akan keluar dari pekerjaan saya, tegasnya
Baca juga:
Mendag Budi membantah ada gugus tugas yang mengkaji aturan kebijakan impor
Selama menjabat Menteri Pertanian pada 2014-2019, Amran mengaku telah menangkap 400 orang yang terlibat kasus mafia impor. Menurutnya, hal itu menjadi bukti upayanya memberantas mafia impor.
“Pada masa jabatan pertamanya (sebagai Menteri Pertanian), 400 tersangka (mafia impor) dipenjara,” kata Amran.
Dia menjelaskan, salah satu kelemahan munculnya mafia impor adalah terkait perselisihan perbedaan data produksi pertanian nasional. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah saat ini hanya menggunakan data produksi pertanian yang dihasilkan Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai acuan.
“Kami sudah meminta kepada seluruh Dirjen untuk tidak mempublikasikan informasi selain BPS agar tidak terjadi kontroversi lagi. Karena mafia sudah masuk ke sana,” kata Mentan.
Makanya kami tidak menggunakan data apa pun selain data BPS. Kami menggunakan data BPS, bukan data Kementerian Pertanian, data apa pun bisa diandalkan (data BPS), ujarnya.
Halaman selanjutnya
Dia menjelaskan, salah satu kelemahan munculnya mafia impor adalah terkait perselisihan perbedaan data produksi pertanian nasional. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah saat ini hanya menggunakan data produksi pertanian yang dihasilkan Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai acuan.