Jumat, 8 November 2024 – 07:30 WIB
VIVA – Penyelenggaraan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan menjadi perhatian Ombudsman Republik Indonesia untuk terus ditingkatkan. Melalui kegiatan diskusi publik di Kantor Kabupaten Manggara Barat, Kamis, 7 November 2024, Ketua Ombudsman Robert Na Andy Jaweng memaparkan hasil pengkajian dan kajian sistematik kepada Sekretaris Daerah (Secda) Kabupaten Manggara Barat, masyarakat dan umat beragama. pemimpin. serta BPJS Ketenagakerjaan.
Baca juga:
Prabowo Hapus Kredit Macet Petani-UMKM, PKB Sebut Langkah Heroik Bagi Rakyat Kecil
Kajian yang merupakan rekomendasi kepada pemerintah ini menguraikan beberapa kondisi yang mungkin mengecualikan kelompok pekerja informal dan pekerja rentan dari perlindungan sosial ketenagakerjaan. Salah satunya adalah inkonsistensi norma di tingkat pusat dan daerah. Kebijakan pemerintah pusat seperti Inpres no. 2 Tahun 2021 telah mengatur optimalisasi jaminan sosial ketenagakerjaan (Jamsosnaker), namun masih banyak daerah yang belum memiliki regulasi kuat untuk mendukungnya.
Baca juga:
Prabowo telah resmi melunasi utang petani dan nelayan, kata Kementerian Keuangan, sebagai bagian dari perbaikan pengelolaan UMKM
“Masalahnya di level regulasi, kalau bicara nasional memang komprehensif, masalahnya di tingkat daerah, belum banyak provinsi/kabupaten/kota yang punya regulasi. “Kabupaten Manggari Barat sudah ada, namun masih populer. Kedepannya kita berharap Kabupaten Manggari Barat menyiapkan peraturan daerah tentang alokasi dana bagi pekerja rentan seperti petani, nelayan, dan pekerja informal lainnya. adalah payung hukum,” kata Robert Na Andy Jaweng kepada pers.
Di tingkat nasional, jelas bahwa klasifikasi pekerja informal mendominasi status pekerja di Indonesia. Sekitar 59,17% dari total jumlah pekerja di Indonesia adalah 84,13 juta pekerja informal atau diklasifikasikan sebagai Peserta Tidak Dibayar (BPU) dalam sistem jaminan sosial. Dalam klasifikasi ini, pekerjaan petani dan nelayan merupakan pekerjaan yang paling rentan terhadap risiko sosial ekonomi, seperti penyakit dan kematian akibat kerja, kecelakaan kerja, dan permasalahan ekonomi di hari tua.
Baca juga:
Prabowo menandatangani PP Penghapusan Kredit Macet dari UKM Pertanian ke Nelayan, kata OJK
Sayangnya, dalam situasi sulit seperti ini, mayoritas petani dan nelayan tidak menyerah pada skema jaminan sosial ketenagakerjaan. Hanya sekitar 2 juta orang atau 6,9% dari total jumlah petani di Indonesia yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Sedangkan jumlah BPU dari profesi perikanan baru mencapai 491 ribu orang atau 38,7% dari jumlah nelayan di Indonesia.
Menanggapi hasil kajian tersebut, Sekretaris Daerah Kabupaten Manggari Barat Franciscus Sals Sodo mengucapkan terima kasih atas evaluasi dan pelatihan Ombudsman terkait optimalisasi BPJS ketenagakerjaan. Menurut dia, program jaminan sosial ketenagakerjaan ini sejalan dengan program pihaknya untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem.
“Saran Pak Komisioner kepada pemerintah daerah agar menyiapkan ketentuan khusus khususnya pendataan pekerja informal yang nantinya akan ditanggung oleh pemerintah daerah. Tahun depan kita akan menambah kuota pekerja informal rentan melalui APBD. Kalau tahun ini kita melatih 1.000 pekerja, tahun depan kita berharap bisa jauh dari itu,” kata Franciscus Sales Sodo.
Pekerja tidak resmi Sulit Memohon
Temuan di beberapa daerah menunjukkan masih banyak masyarakat khususnya pekerja informal yang menjadi peserta BPJS tidak dapat memperoleh pekerjaan karena faktor pemberdayaan ekonomi (kemampuan peserta tidak aktif).
Merujuk pernyataan Robert Na Andy Jawang sebelumnya, Ombudsman RI akan merekomendasikan kepada pemerintah agar pekerja informal rentan seperti petani dan nelayan yang kesulitan membayar iurannya dapat menerima perlindungan BPJS ketenagakerjaan melalui adanya skema bantuan iuran ( PBI).
Oleh karena itu, dari sisi regulasi, kami meminta terlebih dahulu kepada Kementerian Koordinator bersama kementerian terkait untuk menyiapkan SKB, Keputusan Bersama yang menjamin petani dan nelayan dapat menerima bantuan iuran, PBI, ”ujarnya.
Segala langkah diperlukan untuk menyelaraskan peraturan di pusat dan daerah, serta meningkatkan peran pemerintah dalam mengalokasikan anggaran program Jamsosnaker (PBI) untuk mendukung pengembangan sumber daya manusia yang merupakan salah satu arah dari program Jamsosnaker. pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto menuju Indonesia Emas.
Lebih lanjut, Kepala BPJS BPJS Ketenagakerjaan Bali, Nusa Tenggara, dan Papua Kunkoro Budi Winarno mengatakan, pihaknya akan terus bekerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan, selain melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, khususnya pekerja informal. menjadi lebih populer sehingga semakin banyak pekerja yang terlindungi.
“Kami terus meningkatkan pelayanan, sosialisasi dan edukasi, hal ini kami lakukan secara publik agar semakin banyak pekerja yang memahami pentingnya perlindungan jaminan sosial. Bahaya bisa terjadi kapan saja, dengan perlindungan BPJS ketenagakerjaan, pekerja dan keluarganya bisa bekerja keras. dan tidak khawatir terhadap bahaya pekerjaan seperti kecelakaan dan kematian akibat kerja,” pungkas Cuncoro.
Halaman selanjutnya
Menanggapi hasil kajian tersebut, Sekretaris Daerah Kabupaten Manggari Barat Franciscus Sals Sodo mengucapkan terima kasih atas evaluasi dan pelatihan Ombudsman terkait optimalisasi BPJS ketenagakerjaan. Menurut dia, program jaminan sosial ketenagakerjaan ini sejalan dengan program pihaknya untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem.