Selasa, 26 November 2024 – 19:52 WIB
Jakarta – Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Deddi Yevri Sitorus mengatakan, belakangan ini urusan hukum dan politik di Indonesia sedang terpuruk.
Baca juga:
Gunakan hak pilih di pilkada, Anda bisa makan gratis di ribuan kafe dan restoran di Surabaya.
Bisakah dia memakzulkan Gibran dan mengadili Jokowi? Di Hotel Sultan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Selasa 26 November 2024.
Menurut Deddy, tidak akan ada perbaikan dari segi hukum jika Jenderal Listo Sigit Prabowo memimpin Kapolri.
Baca juga:
Lamsel masa sepi pilkada, Radityo Egi fokus pada doa dan persiapan rohani
“Mau ngomong soal hukum? Kalau Kapolri tetap Listyo Sigit, kalaupun ada rambut, kacanya tidak ada perubahan, Pak. Bayangkan kacanya ada rambut atau tidak? katanya.
Baca juga:
PAN yang punya rekam jejak jelas berharap RK-Suswono bisa memenangkan Pilkada Jakarta.
Legislator Komisi II DPR RI Jenderal Listo menyebut dirinya melanggar hukum dengan memanfaatkan lembaga untuk memenangkan calon Pilkada 2024.
Deddy mengatakan, Presiden Indonesia Prabowo Subianto harus menggantikan Jenderal Listo untuk melaksanakan perbaikan hukum di Indonesia.
“Kalau Pak Prabowo yang menggantikan Kapolri, mungkin kita akan bicara soal hukum, karena saya yakin banyak aparat yang tidak ingin institusi Polri dirusak oleh Kapolri, tapi kalau dia Masih Kapolri Kapolri, tidak ada harapan pak, kalau ada undang-undang, ini yang pertama,” ujarnya.
Menurut Deddy, sisi politik juga terpuruk karena pejabat sementara di beberapa daerah memihak calon tertentu.
“PJ ini gila-gilaan. Ada yang inisiatif sendiri, ada yang mau untung, ada yang bisa mengubah pemilu ini. Ini terjadi di seluruh tanah air,” tuturnya.
Deddy mengatakan, salah satu perbaikan di sisi politik bisa terjadi ketika Prabowo merdeka dalam memerintah Indonesia.
“Politik dulu seperti itu. Kalau Pak Prabowo tidak bisa menemukan kekuatan sebagai presiden, tidak, tidak perlu bicara politik,” ujarnya.
Selain independensi Prabowo, kata Deddy, perbaikan politik bisa terjadi ketika masyarakat turun ke jalan menentang kebijakan-kebijakan negatif rezim.
Ia mencontohkan gerakan kerakyatan yang menolak revisi Undang-Undang Pilkada yang mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (PKC) Nomor 60/PUU-XXII/2024.
“Satu-satunya yang bisa mengubah para penguasa ini adalah kalau ada kerumunan dan ada telepon seluler, Pak. Apa alasan pelepasan rib itu? Banyak orang yang berkumpul di depan gedung DPR dan di berbagai kota, turun jalan itu,” katanya.
Dalam acara tersebut, Deddy juga mengungkapkan kemarahannya karena melihat Prabowo Subianto diperlakukan tidak pantas saat Presiden RI diminta mendukung calon tertentu di Solo pada Pilkada Jawa Tengah (Jateng).
“Saya pribadi sedih. Di Solo, Pak Prabowo diperlakukan seperti ini karena mendukung Jawa Tengah. Aneh sekali,” kata Deddy.
Ia menilai langkah meminta Prabowo mendukung pasangan calon di Jawa Tengah merupakan unsur penghinaan terhadap institusi kepresidenan. Selain itu, terdapat unsur paksaan pada kata-kata dukungannya.
“Itu bukan hanya menghina Pak Prabowo secara pribadi, tapi juga institusi kepresidenan lho. Maksud saya, itu tidak masuk akal bagi saya,” ujarnya.
Bayangkan kalau presiden diperlakukan seperti itu. Lagi pula kita diinjak-injak pak. Itu masalahnya, kata Deddy.
Menurutnya, Prabowo saat ini tidak mempunyai kewenangan untuk memangku jabatan Presiden RI. Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) masih malu dengan kekuasaan Ketum Gerindra tersebut.
“Warisannya sebagai presiden, karena Pak Jokowi sepertinya masih ngambil warisan itu. Belum sepenuhnya dia pegang,” ucapnya.
Halaman berikutnya
“PJ ini gila-gilaan. Ada yang inisiatif sendiri, ada yang mau untung, ada yang bisa mengubah pemilu ini. Ini terjadi di seluruh tanah air,” tuturnya.