Aturan pengelolaan BBL menguntungkan nelayan

Rabu, 27 November 2024 – 09:18 WIB

VIVA – Kebijakan pengelolaan lobster yang diatur dalam Peraturan Menteri KP Nomor 7 Tahun 2024 mendapat respon positif dari berbagai pihak. Kajian terbaru yang dilakukan Universitas Padjadjaran (Unpad) bahkan menunjukkan bahwa persepsi nelayan terhadap kebijakan tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan dan kelestarian lobster.

Baca juga:

Dibuka! Alasan harga lobster mahal di Indonesia karena memang pantas menjadi makanan mewah

Ketua Koperasi Putra Lautan Dani Triana Putra menjelaskan, sebagai ketua koperasi perikanan yang anggotanya lebih dari 400 orang, ia mendukung penuh kebijakan pengelolaan lobster di Indonesia.

Efeknya pemancing bisa menangkap BBL dengan rasa aman dan nyaman karena tidak melanggar aturan, kata Deni saat ditanya wartawan, Rabu (27/11/2024).

Baca juga:

Ternyata lobster sangat dianjurkan untuk ibu hamil untuk mencegah anemia dan leher pendek, tapi…

Menurut dia, praktik penyelundupan BBL ilegal sangat merugikan nelayan karena mengancam kestabilan ekosistem lobster. Perburuan yang tidak dilaporkan mempengaruhi populasi alami, sehingga sulit untuk mencari BBL di masa depan.

Untuk memberantas penyelundupan, lanjut Deni, nelayan kini diwajibkan menjadi anggota koperasi. Koperasi kemudian membantu nelayan dalam mendapatkan izin usaha, dan kemudian menyerahkan alokasi kuota kepada dinas perikanan provinsi melalui kantor kabupaten/kota.

Baca juga:

Bea Cukai Kepri akan menindak penyelundupan dua benih lobster terbuka senilai Rp43 miliar.

Proses tersebut menghasilkan data hasil tangkapan yang akurat dan jelas asal usul BBL yang dijual. Karena ditangkap Dinas Perikanan, mereka mendapat surat keterangan asal sebagai syarat penjualan benur ke BLU.

Sementara itu, Sekretaris Dinas Perikanan Kabupaten Sukabumi Sri Padmoko mengatakan, Kebijakan Budidaya Lobster yang mengatur kegiatan budidaya di dalam dan luar negeri sudah tepat. Sebab dengan melegalkan penangkapan benih lobster dapat meningkatkan pendapatan nelayan.

“Nelayan tidak perlu lagi takut menangkap BBL karena sudah legal,” kata Sri Padmoko.

Bahkan, dia mengakui legalisasi penangkapan benih lobster telah memberikan manfaat bagi banyak pihak. Tak hanya nelayan, pedagang alat tangkap, pengelola toko kelontong, bahkan pemerintah pun merasakan manfaatnya. Bagi pemerintah, merupakan sumber pendapatan utama daerah (PAD) dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Menurut dia, bantuan juga diberikan kepada peternak lobster lokal. Banyak nelayan yang kini menanam BBL seberat 30 gram dan kemudian menjualnya ke petani setempat.

“Kekhawatiran penangkapan BBL dapat merusak lingkungan dapat diantisipasi dengan pelepasan lobster budidaya,” jelasnya.

Diakuinya, transfer teknologi budidaya lobster modern merupakan hal yang penting. Banyak cara budidaya yang dilakukan masyarakat setempat masih tradisional, dan BBL memiliki angka kematian yang tinggi. Selain itu, modal usaha budidaya lobster juga besar.

Oleh karena itu, Padmoko mendukung promosi para penggarap. Selain itu, para pembudidaya harus melepaskan sebagian kecil hasil panennya ke alam untuk menjaga populasi lobster.

“Peternak lobster diberi kesempatan menjual BBL untuk budidaya ke luar negeri. Namun 0,01% dari jumlah BBL yang ditangkap untuk budidaya dikembalikan ke alam sesuai dengan tingkat kelangsungan hidup BBL di alam. Jadi untuk setiap 10.000 BBL ikan yang ditangkap, harus ada satu ekor lobster yang siap bertelur. “Kewajiban pelepasan ini perlu diawasi dan dikendalikan agar sumber daya lobster tetap terjaga,” ujarnya.

Sebagai informasi, tim peneliti Fikom Unpad yang dipimpin Kunto Adi Vibovo mengikutsertakan 400 responden di tiga catchment center BBL yakni Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Lombok Timur, Barat. Melakukan penelitian di Provinsi Nusa Tenggara. Survei dilakukan melalui wawancara tatap muka pada 8-19 Oktober 2024 dan margin of error atau margin kesalahan sebesar 4,9% pada tingkat kepercayaan 95%.

Hasilnya, 87,6 persen responden menyatakan dukungannya terhadap kebijakan pengelolaan BBL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tiga alasan utama nelayan lobster mendukung kebijakan tersebut, yaitu peningkatan pendapatan, ketersediaan lobster di alam, dan kemudahan memperoleh benih.

Halaman selanjutnya

Menurut dia, bantuan juga diberikan kepada peternak lobster lokal. Banyak nelayan yang kini menanam BBL seberat 30 gram dan kemudian menjualnya ke petani setempat.



Sumber