Kamis, 28 November 2024 – 04:06 WIB
Jakarta, VIVA- Asosiasi Pedagang Makanan menolak rencana kemasan rokok seragam tanpa merek sebagai salah satu ketentuan yang tertuang dalam rancangan peraturan (Permenkes) Kementerian Kesehatan.
Baca juga:
Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, pemerintah akan mengubah harga eceran rokok agar tidak turun
Ketua Umum Persatuan Pedagang Makanan Sumenep Seluruh Indonesia (PPKSI) Junaidi mengatakan hingga saat ini sebagian besar pendapatan pedagang makanan bergantung pada produk tembakau.
Sehingga, jika aturan ini diterapkan maka akan berdampak pada penurunan omzet pedagang makanan secara signifikan.
Baca juga:
Bea Cukai Kudus melakukan pembuangan rokok dan minuman keras ilegal senilai Rp 7,72 miliar
Hampir 50 persen penjualan pedagang makanan berasal dari rokok, sehingga aturan ini akan menurunkan omzet dan menyulitkan penjualan di lapangan, kata Junaidi dalam keterangannya, Rabu, 27 November 2024.
Baca juga:
Mentan memasukkan 4 perusahaan penyebar pupuk palsu ke dalam daftar hitam sehingga merugikan petani Rp 3,23 triliun.
Menurut dia, pihaknya dan pedagang lainnya sekaligus memulai PP 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) dan turunannya yang saat ini sedang dirumuskan, aturan yang menyulitkan praktik tersebut, Menteri Kesehatan menolak. proyek. menjual rokok di ladang.
Junaidy juga mengemukakan mengapa produk rokok legal terkendala berbagai pembatasan, sementara rokok ilegal semakin banyak beredar di pasaran.
“Apalagi produk rokok ini legal, sudah ada yang mengadili di MK, itu produk legal, jadi tidak boleh ada pembatasan. Omzet kita pasti turun, karena rokok ini menarik penjualan produk lain. penjualannya turun, sisanya pasti turun juga,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) I Ketut Budhyman mengatakan, terdapat jutaan masyarakat yang secara langsung maupun tidak langsung bergantung pada industri tembakau.
Inisiatif Kementerian Kesehatan dengan kontribusinya yang besar selama ini berpotensi menghilangkan dampak ekonomi sebesar Rp308 triliun dan mengganggu banyak sektor terkait.
“Ini bertentangan dengan ucapan Presiden Prabowo, Asta Cita, karena angka pajak 8 persen pertumbuhan ekonomi akan hancur. Kalau aturan ini disahkan, 2,2 juta orang akan kehilangan pekerjaan. Kita akan bayar lebih banyak ke yang baru. pemerintah kita harap memperhatikan sektor tembakau dan mempertimbangkannya kembali, hentikan dulu pembahasannya, ”ujarnya.
Halaman selanjutnya
“Apalagi produk rokok ini legal, sudah ada yang mengadili di MK, itu produk legal, jadi tidak boleh ada pembatasan. Omzet kita pasti turun, karena rokok ini menarik penjualan produk lain. penjualannya turun, sisanya pasti turun juga,” ujarnya.