Kisah Jenderal TNI asal Bugis Pukul Meja di Depan Soeharto

Kamis, 28 November 2024 – 13.41 WIB

JAKARTA, VIVA – Mantan Panglima (Pangab) ABRI Jenderal (Purn) Andi Muhammad Yusuf Amier dituding ingin menggantikan Soeharto sebagai Presiden RI.

Baca juga:

Reaksi Danny Sumargo usai Farhat Abbas melapor ke polisi

Menurut jaringan intelijen Soeharto, Yusuf bertujuan membangun kekuatan internal untuk menjadi presiden.

Persoalan ini muncul karena Yusuf sering berkunjung ke barak tentara, dan perhatiannya yang besar terhadap kesejahteraan dan perlengkapan pasukan.

Baca juga:

Prabowo targetkan perekonomian Indonesia tumbuh 8%, kata Airlang Indonesia berada di bawah Soeharto

Berkembang rumor tentang keinginan Yusuf menggantikan Soeharto. Faktanya, kebiasaannya mempromosikan secara langsung prajurit-prajurit terkenal di lapangan dituding sebagai penyebab popularitasnya.

Baca juga:

Sederet ucapan Gus Dur yang jadi kenyataan, nomor 5 baru saja terjadi

Bersamaan dengan mencuatnya isu ini, suatu malam Soeharto mengumpulkan sejumlah menteri di Cendana untuk membicarakan urusan kenegaraan.

Yang hadir saat itu adalah M Jusuf, Amir Machmood, Asisten Pertahanan dan Keamanan Letjen LB Moerdani, dan Mensesneg Letjen Sudharmono.

Dalam pertemuan tersebut, Menteri Dalam Negeri Amir Machmood yang merupakan sahabat karib M. Yusuf mempertanyakan popularitas Yusuf yang kian meningkat hingga nyaris menyaingi Soeharto.

Amir Machmuddin pun mempertanyakan ambisi politik Jusuf yang disebut-sebut ingin menggantikan Presiden Soeharto.

Jenderal Yusuf yang marah setelah mendengar tuduhan tersebut tiba-tiba memukul meja dengan tangannya.

“Bohong! ‘Semua ini tidak benar!’ seru Yusuf dalam otobiografinya.Jenderal M Yusuf, Panglima Angkatan Darat Ditulis oleh Atmadji Sumarkidjo (halaman 269).

“Mereka meminta saya menjadi panglima tentara atas perintah presiden. Saya orang Bugis! Oleh karena itu saya sendiri belum mengetahui arti persatuan dalam bahasa jawa. Tapi saya mengikuti perintah itu dengan kemampuan terbaik saya tanpa tujuan apa pun!” – dia melanjutkan.

Suasana tiba-tiba menjadi sunyi. Semua orang, termasuk Presiden Soeharto, terdiam. Tak lama kemudian, Soeharto mengakhiri pertemuan tersebut. Semua orang meninggalkan ruangan kecuali Yusuf.

“Pak Yusuf, lain kali kita bicarakan hal ini,” kata Soharto sambil mengajak Yusuf keluar.

Sejak kejadian itu, Yusuf tidak pernah terlihat lagi menghadiri rapat kabinet. Ia selalu mengutus wakilnya, Laksamana Sudomo. Soeharto tampak menghormati Yusuf, dan ketika Yusuf mencopot jenderal pilihannya, ia tidak bisa berbuat banyak.

VIVA Militer: Jenderal TNI Wiranto dan Presiden Soeharto

VIVA Militer: Jenderal TNI Wiranto dan Presiden Soeharto

Singkatnya, pada Januari 1983, Soeharto memberi tahu Yusuf bahwa jabatannya sebagai Pangab akan berakhir pada bulan April. Leonardus Benjamin Moerdani (Benny Moerdani) akan menggantikan Joseph. Soeharto menawarkan Yusuf untuk tetap di kabinet sebagai menteri pertahanan, namun tawaran itu ditolak.

Akhirnya Jusuf menjadi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), suatu malam ingin bertemu dengan Soeharto, namun dihadang oleh ajudan presiden, Kolonel Wiranto, dan dijadwal ulang karena malam itu presiden ada pertemuan dengan Panglima sebuah pesanan. tentara dan kepala staf.

“Hai Wiranto, beritahu presidenmu, Pak Yusuf akan hadir malam ini,” kata Yusuf.

Mendapat pesan tersebut, Soeharto langsung mempersilakan Yusuf masuk.

“Kalau Yusuf Effendi minta, tentu penting. “Biarkan saja sampai acara saya dengan Panglima Pak Jusuf selesai,” kata Soharto.

Halaman selanjutnya

Amir Machmuddin pun mempertanyakan ambisi politik Jusuf yang disebut-sebut ingin menggantikan Presiden Soeharto.

Pengamat Politik: Kekalahan PDIP di Pilkada Jateng Berdampak pada Prabowo dan Jokowi



Sumber