Tanpa menggunakan senjata, anggota DPR menyarankan agar polisi hanya dibekali tongkat panjang saat berpatroli

Selasa, 3 Desember 2024 – 05:50 WIB

Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI Abdulla Polri agar berpatroli hanya dengan tongkat panjang untuk menjaga ketertiban dan keamanan dibandingkan menggunakan senjata api (senpi) untuk mencegah penyalahgunaan perlengkapan yang ditawarkan.

Baca juga:

Apa maksud KPK mengubah istilah OTT menjadi “kegiatan penangkapan”?

Dia mengatakan polisi di Inggris, Norwegia, Islandia, Botswana, Selandia Baru dan Irlandia hanya menggunakan pentungan dan bubuk merica untuk menjaga ketertiban, dengan pemahaman yang jelas tentang profesionalisme dalam bertugas.

Tugas Kapolri menegaskan bahwa kepolisian harus profesional dalam menjalankan tugasnya, menjunjung tinggi etika profesi dan tidak melanggar undang-undang yang ada, kata Abdullah di Jakarta, Senin.

Baca juga:

Wamendagri Tak Lihat Campur Tangan Partai Cokelat di Pilkada: Buktikan dengan Data

Menurut dia, penembakan mati siswa SMKN 4 Semarang berinisial GRO yang dilakukan Aipda Robig Zaenudin gabung dengan deretan panjang peristiwa penyalahgunaan senjata api oleh polisi.

Baca juga:

Alasan Tito Karnavian menolak usulan pembentukan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri

Ia mengatakan, evaluasi dan pembatasan penggunaan senjata api harus dilakukan untuk mencegah kejadian serupa menimpa warga sipil hingga petugas kepolisian sendiri.

“Jika aparat kepolisian tidak memahami konsep filosofis dan kaidah hukumnya, senjata apa pun yang diberikan kepada polisi bisa digunakan untuk membunuh orang lain,” ujarnya.

Ia juga meminta aparat Polri memahami konsep hak asasi manusia (HAM) dengan atau tanpa senjata.

Jika mereka tidak memahami hak asasi manusia, katanya, banyak petugas polisi yang justru menjadi penjahat.

“Kalau tidak, seperti yang kita lihat sekarang, banyak polisi yang menjadi penjahat, melanggar HAM, membunuh orang,” ujarnya.

Ia juga mengkritik penembakan mahasiswa oleh aparat kepolisian di Semarang yang tidak ditanggapi serius oleh pimpinannya.

Kapolres Semarang, kata dia, justru menuding korban sebagai anggota geng dan pelaku perkelahian.

“Komisi III memanggil Kapolda Semarang. “Selain itu, kami juga dapat menghubungi Kapolda Provinsi Jawa Tengah untuk mendapatkan penjelasan menyeluruh mengenai kasus penghindaran atau informasi palsu dalam kasus kematian pelajar,” ujarnya. (semut)

Halaman berikutnya

Ia juga meminta aparat Polri memahami konsep hak asasi manusia (HAM) dengan atau tanpa senjata.

Halaman berikutnya



Sumber