Dengan masa depan yang cerah, LPEI akan meningkatkan ekspor bubuk kelor agar lebih baik lagi

Jakarta – Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) memberikan dukungan komprehensif untuk mengembangkan potensi ekspor daun kelor yang dikenal sebagai superfood. Nilai dan volume ekspor bubuk kelor yang meningkat selama Januari-September 2024 menunjukkan prospek yang cerah ke depan.

Baca juga:

Bea Cukai Jambi akan memfasilitasi ekspor 27 ton batangan ke China

Mengutip keterangan resmi LPEI, Senin (18/11/2024), nilai ekspor sayuran bubuk meningkat 90,74% menjadi 13,75 juta dollar AS yakni Rp 217,89 miliar (perkiraan kurs Rp 15.846,76). Sedangkan tahun lalu hanya 7,21 juta USD atau Rp 114,25 miliar.

Pertumbuhan juga terjadi pada volume ekspor bubuk kelor yang meningkat 1.610 ton menjadi 4.350 ton. Indikator nominal tersebut menunjukkan perkembangan sebesar 169,41 persen.

Baca juga:

Bisakah Anda menjadi kaya dari bisnis ini? Coba Bisnis Jastip!

Total peningkatan nilai ekspor tertinggi tercatat di Tiongkok, yakni 7,39 juta. Thailand sebesar 110,54 ribu dolar AS, Arab Saudi sebesar 71,01 ribu dolar AS, Jepang sebesar 46,09 ribu dolar AS, Malaysia sebesar 35,08 ribu dolar AS.

Baca juga:

Mobil buatan Indonesia semakin populer di luar negeri

Tingginya permintaan pasar global terhadap bubuk kelor mendorong LPEI untuk berkontribusi lebih agar pabrik kelor yang multi profit dapat melebarkan sayapnya di kancah internasional. Tepung kelor atau produk bubuknya digunakan sebagai campuran bumbu dapur dan bumbu masakan.

LPEI melakukan program pendampingan terhadap eksportir baru (CPNE) dan desa devisa. Program CPNE LPEI berfokus pada pemberian keterampilan ekspor, pemahaman peraturan pasar global dan strategi pemasaran yang tepat.

Salah satu lulusan CPNE yang sukses mengekspor produk olahan kelor adalah PT Keloria Moringa Jaya. Fachrul Rozi Lubis, Pemilik PT Keloria Moringa Jaya, mengatakan pelatihan yang diberikan LPEI sangat berharga bagi para pelaku industri. Mulai dari cara mencari pembeli, menentukan kode HS produk, hingga menghitung biaya ekspor agar tidak mengalami kerugian.

“Kami juga diajari cara membuat company profile dan e-catalog yang efektif untuk memasarkan produk kami ke pembeli di luar negeri,” kata Fachrul.

Produk pertama Fachrul yang berhasil diekspor adalah tepung kelor yang dikirim ke Australia pada awal tahun 2021. Pengiriman pertama adalah 20 kg dalam satu kotak.

Foto udara kawasan terminal petikemas di Pelabuhan Cabang Pelindo III Lembar, Lombok Barat, NTB. (Foto ilustrasi pelabuhan yang dioperasikan Pelindo)

Foto udara kawasan terminal peti kemas di Pelabuhan Cabang Pelindo III Lembar, Lombok Barat, NTB. (Foto ilustrasi pelabuhan yang dioperasikan Pelindo)

Foto:

  • ANTARA FOTO/Ahmed Subaidi

Saat ini PT Keloria Moringa Jaya mengirimkan sebanyak 300 kilogram dalam satu kali pengiriman dengan frekuensi pengiriman satu hingga tiga kali dalam sebulan. Dengan demikian, Fachrul bisa memperoleh penghasilan sekitar $5.400 per bulan dari ekspor.

“Lebih dari 75 persen total penjualan produk Keloria Moringa ditujukan untuk pasar ekspor. Sisanya sebesar 25 persen ditujukan untuk pasar lokal,” demikian bunyi laporan tersebut.

LPEI juga mengembangkan Desa Mata Uang Daun Kelor dimana produk kelor menjadi komoditas unggulannya. Program pendampingan yang dilakukan di desa mata uang antara lain berupa peningkatan kapasitas produksi dan pemasaran agar produk lokal kelor lebih dikenal di luar negeri.

Desa mata uang binaan LPEI terletak di Kecamatan Batang-Batang, Kabupaten Sumenep, Madura. Davis Village telah mendapat dukungan khusus dari LPEI, seperti dukungan sertifikasi organik yang memungkinkan produk daun kelor mereka masuk ke pasar Amerika, Eropa, dan Australia.

Dengan peningkatan kapasitas produksi yang signifikan, desa ini mampu memproduksi bubuk daun kelor dari 500 kg per hari menjadi 1,5 ton per hari. Selain itu, petani daun kelor dapat menghemat biaya produksi karena efisiensi biaya produksi hanya Rp 14.400 per kg.

Saat ini kapasitas produksi kelor di desa tersebut sebesar 12 ton per bulan dalam bentuk bubuk dan 20 ton per bulan dalam bentuk daun kering. Sekitar 90 persen produk daun kelor langsung diekspor ke luar negeri, khususnya ke Malaysia.

Produk kelor Sumenep yang kaya nutrisi mempunyai permintaan yang tinggi di pasar internasional, karena tidak hanya digunakan sebagai makanan dan obat-obatan, tetapi juga sebagai kosmetik dan pakan ternak. Daun kelor yang dihasilkan berkualitas tinggi sehingga meningkatkan daya jualnya di pasar dunia.

Peran LPEI di Desa Penukaran Mata Uang Bawah Kelor juga turut berkontribusi dalam penyediaan peralatan pengering dan mesin tepung sehingga membantu meningkatkan produksi. Dengan kolaborasi yang kuat dengan PT Agro Dipa Sumekar, ia telah melibatkan lebih dari 1.700 petani di 9 desa setempat dalam budidaya daun kelor dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

Keberhasilan tersebut diraih dengan mampu memanen daun tanaman kelor dalam waktu tiga bulan. Tiap pohon bisa menghasilkan satu hingga dua kilogram daun kelor basah.

“Setelah mendapat dukungan dari LPEI dan menjadi Desa Mata Uang, usaha kami menjadi lebih terorganisir dan terstruktur. “LPEI tidak hanya memberikan pelatihan kualitas produk dan peningkatan kapasitas, tetapi juga pelatihan pengelolaan keuangan dan akuntansi,” kata Heri Siswanto, pemilik PT Argo Dipa Sumekar.

Maria Sidabutar, Kepala Pelayanan Penasihat Usaha Kecil dan Menengah LPEI mengatakan melalui program Desa Devisa dan CPNE tidak hanya membantu tetapi juga memperkuat peluang bagi UKM dan desa-desa potensial di Indonesia untuk memanfaatkan peluang ekspor.

“LPEI berharap melalui upaya tersebut, semakin banyak lagi pelaku usaha di berbagai bidang yang berani go global dan meningkatkan daya saing produk Indonesia di dunia global,” tambahnya.

Halaman berikutnya

Produk pertama Fachrul yang berhasil diekspor adalah tepung kelor yang dikirim ke Australia pada awal tahun 2021. Pengiriman pertama adalah 20 kg dalam satu kotak.

Halaman berikutnya



Sumber