Sesampainya di Filipina, Mary Jane meminta maaf kepada Presiden Ferdinand Marcos Jr

Kamis, 19 Desember 2024 – 13.40 WIB

Manila, VIVA – Setelah 14 tahun terpidana mati di Indonesia, Mary Jane Veloso tiba di Manila, Filipina pada Rabu 18 Desember 2024.

Baca juga:

Terancam hukuman mati, Mary Jane akhirnya diterima dengan hangat oleh keluarganya di Filipina.

Dia disambut hangat oleh keluarganya. Mata mereka bengkak karena air mata kebahagiaan, namun wajah mereka berseri-seri dengan senyum lebar.

Kepulangan dan reuni keluarga ini membawa semangat Natal awal ke negara yang mendukungnya dan perjuangannya untuk keadilan.

Baca juga:

Pemerintah Indonesia: Mary Jane dipindahkan ke Filipina sebagai tahanan

Dihukum karena perdagangan narkoba pada tahun 2010, ia nyaris lolos dari hukuman mati oleh regu tembak di Indonesia pada bulan April 2015.

Mary Jane Veloso tiba di Terminal 2-F Bandara Soetta di Tangerang

Foto:

  • VIVA.co.id/Sherly (Tangerang)

Baca juga:

Mary Jane yang sedang melanjutkan proses hukum di Filipina ingin merayakan Natal bersama keluarganya

Dia selalu bersikukuh bahwa dia tidak bersalah dan mengatakan bahwa dia ditipu untuk membawa koper penuh obat-obatan saat pergi ke luar negeri untuk mencari pekerjaan baru.

“Saya sangat bahagia! Saya akhirnya kembali ke negara kita,” katanya kepada wartawan dari balik gerbang Lembaga Pemasyarakatan Wanita, tempat dia menjalani hukuman seumur hidup, dan bisa mengunjungi keluarganya setiap hari.

“Saya dengan rendah hati meminta presiden untuk memaafkan saya,” imbuhnya, dilansir The Guardian, Kamis, 19 Desember 2024.

Pada hari Rabu, beberapa kelompok berkumpul di luar lembaga pemasyarakatan untuk mendukung pembebasan Marry Jane. Mereka membawa lampu Natal dan hadiah dengan tulisan “maaf” di atasnya.

Media sosial juga dibanjiri pesan dukungan.

Filipina diketahui mengirimkan jutaan pekerjanya ke luar negeri setiap tahunnya. Keputusan Jane untuk membawa koper temannya mewakili ketakutan terdalam keluarga Filipina terhadap apa yang mungkin terjadi pada orang yang mereka cintai di luar negeri.

“Saya tidak akan membawa tas yang bukan milik saya. Saya mungkin tidak tahu apa isinya. Sangat berbahaya. Saya punya keluarga,” kata Lino Repato, warga Filipina yang pernah bekerja di Arab Saudi.

“Mary Jane sangat menyedihkan; dia disuruh membawa beban. Temanku baru saja mengirimkan ini.’

Keberanian dan tekad Marry Jane merupakan sumber inspirasi dan harapan bagi warga Filipina lainnya dan keluarga mereka yang memerangi ketidakadilan di luar negeri, kata Joanna Concepcion, kepala Migrante International.

“Dia sekarang menjadi pahlawan hidup bagi banyak migran lainnya dalam perjuangan mengakhiri perdagangan manusia,” katanya.

Kisah ini menggarisbawahi perlunya reformasi kebijakan untuk melindungi warga Filipina, kata Lisa Maza, mantan anggota parlemen dan penulis utama Undang-Undang Anti-Perdagangan Manusia tahun 2003.

“Dia adalah korban dari negara miskin yang mengubah ekspor tenaga kerja menjadi sebuah industri. Makanya dia pergi ke luar negeri untuk mencari nafkah,” kata Maza.

Halaman berikutnya

“Saya dengan rendah hati meminta presiden untuk memaafkan saya,” imbuhnya, dilansir The Guardian, Kamis, 19 Desember 2024.

Halaman berikutnya



Sumber