Jumat, 20 Desember 2024 – 00:00 WIB
VIVA – Akhir-akhir ini sering terjadi kasus kekerasan dan penyalahgunaan senjata api (weapon) yang dilakukan oleh masyarakat sipil dan aparat kepolisian.
Baca juga:
Chandrika Chika menjadi tersangka penyerangan, korban sudah dinyatakan meninggal dunia
Belakangan ini, beberapa insiden penggunaan senjata menjadi perbincangan di Jawa Tengah.
Dan terakhir, kasus penyalahgunaan senpi di Pekalongan yang diduga dilakukan oleh Anggota DPR Golkar Ashraff Abu untuk membeberkan kebijakan moneter, korbannya adalah seorang penjual martabak, November 2008 lalu, mereka diintimidasi dan diculik dengan bantuan senpi. Polres Pekalongan sudah diberitahu dan sedang melakukan penyelidikan.
Baca juga:
Garis waktu Chandrika Chika diduga melakukan tindakan kekerasan karena dia laki-laki?
Kasus penculikan dan penganiayaan ini pun menjadi perbincangan hangat di media sosial, khususnya di Jawa Tengah.
Berdasarkan surat pengaduan bernomor STP/303/XI/2024/SPKT yang beredar di media sosial, korban disebutkan dipukul dengan popor senjata, diinjak kepalanya, bahkan diancam akan ditembak. Seseorang bernama Habib Hasan. Surat tersebut juga mengabarkan bahwa Ashraff Abu alias Ashraff Khan mengancam akan memukul dan membunuh korban.
Baca juga:
Perubahan iklim melemahkan ekonomi dan keamanan perempuan, Komnas
Peristiwa tersebut pun mendapat perhatian serius dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Indonesia Police Watch (IPW). Kedua lembaga tersebut menyerukan evaluasi menyeluruh terhadap penegakan hukum dan peraturan senjata api.
Sebagai informasi, baru-baru ini terdapat empat kasus penyalahgunaan senjata di Jawa Tengah. Warga sipil terlibat dalam tiga kasus dan petugas polisi dalam satu kasus. Kasus-kasus tersebut adalah:
1. Peristiwa penggunaan senjata angin untuk mengancam seorang guru di kota Jepara.
2. Penggunaan senjata oleh pengusaha.
3. Korban penggunaan senjata dalam paparan kebijakan moneter Pilka Pekalongan adalah seorang penjual martabak yang kini diperiksa Polsek Pekalongan.
4. Seorang petugas polisi yang menggunakan senjata terhadap seorang siswa sekolah menengah kini telah dipecat dan diadili.
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso mengatakan, aspek umum dalam kasus-kasus tersebut adalah penggunaan senjata, yang melibatkan kondisi psikologis di mana pelaku merasa memiliki kekuasaan atas orang lain.
“IPW mengusulkan penghentian pemberian izin penggunaan senjata bagi warga sipil. Warga sipil tidak perlu membawa senjata untuk membela diri karena sudah ada aparat kepolisian yang bertanggung jawab atas keamanan. harus diambil tindakan,” kata Sugeng di Jakarta, Rabu (18/12).
Proses hukum ini terkait pelanggaran UU Darurat terkait penggunaan senjata ilegal yang ancaman hukumannya hingga 12 tahun penjara.
Sementara itu, Sekretaris Kompolnas Irjen Polisi (Purn) Arief Wicaksono Sudiutomo menekankan pentingnya pengkajian secara komprehensif terhadap aturan penggunaan senjata api.
Langkah ini harus menjadi prioritas untuk mencegah penyalahgunaan senjata api di kemudian hari oleh aparat Polri dan masyarakat sipil, kata Arief di Jakarta, Rabu (18/12).
Kompolnas menilai rentetan penyalahgunaan senjata api ini akibat lemahnya pengendalian penggunaan senjata api.
Kompolnas, lanjut Arief, meminta adanya penilaian segera terhadap pengawasan, pelatihan, dan prosedur penanganan senapan Polri.
“Izin lonjakan personel di luar TNI/Polri harus ditingkatkan sesuai aturan yang ada dan sesuai tujuan penggunaannya,” imbuhnya.
Menurut Arief, kasus-kasus tersebut juga mencerminkan perlunya penguatan kontrol atas kepemilikan dan penggunaan senjata.
“Aturannya harus dipatuhi dengan ketat. Kalau memang terbukti ada penggunaan senjata secara ilegal, sebaiknya ditindaklanjuti ke ranah pidana. Penggunaan senjata tidak boleh menjadi alat penyelesaian masalah dengan kekerasan,” kata Arief.
Halaman selanjutnya
1. Peristiwa penggunaan senjata angin untuk mengancam seorang guru di kota Jepara.