Senin, 23 Desember 2024 – 08:29 WIB
Jakarta – Wakil ketua Banggar dan anggota komisi
Baca juga:
PSM Makassar menurunkan 12 pemain lawan Barito, Netizen: Bukan Hanya PPN 12
Payung hukum ini merupakan produk peraturan perundang-undangan tahun 2019-2024 yang dirancang oleh partai penguasa, PDI Perjuangan (PDIP).
“Kenaikan PPN sebesar 12 persen ini merupakan keputusan Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (HPP) 2021 (UU) yang akan menjadi 11 persen pada tahun 2022 dan 12 persen hingga tahun 2025, dan ini diprakarsai oleh PDI Perjuangan,” kata Vihadi kepada wartawan . Diposting pada Senin, 23 Desember 2024.
Baca juga:
Soal polemik PPN 12 persen, Gerindra lupa menyebut nilai-nilai PDIP
Politikus Partai Gerindra itu menilai sikap PDIP terhadap kenaikan PPN dalam rumusan UU Pembangkit Listrik Tenaga Air sangat kontradiktif. Selain itu, panitia kerja pembahasan kenaikan PPN yang tertuang dalam UU Pembangkit Listrik Tenaga Air dikendalikan langsung oleh Fraksi partai pimpinan Megawati Seokarnoputri.
Baca juga:
Pertumbuhan ekonomi akan dijamin dengan menjaga pajak pertambahan nilai pada tingkat inflasi 12%, sistem perpajakan akan diperkuat
Jadi kita lihat yang memimpin panja itu pun dari PDIP, jadi kalau sekarang PDIP minta ditunda, itu akan menyudutkan pemerintahan Prabowo (Presiden Prabowo Subianto), kata Vihadi.
Vihadi justru menilai Presiden Prabowo “meneliti” kebijakan tersebut agar tidak berdampak pada masyarakat menengah ke bawah. Salah satunya dengan menaikkan PPN atas barang mewah.
“Jadi gagasan Pak Prabowo bahwa masyarakat menengah ke bawah akan tetap mempertahankan daya belinya dan tidak menimbulkan gejolak ekonomi adalah langkah cerdas Pak Prabowo,” ujarnya.
Di sisi lain, Vihadi mengingatkan sejumlah pihak agar tidak mengangkat isu kenaikan PPN menjadi 12% merupakan keputusan pemerintahan Presiden Prabowo. Ia mencontohkan, kebijakan tersebut diputuskan DPR pada periode kepemimpinan PDIP.
“Kalau sekarang ada informasi ada yang mengaitkannya dengan pemerintahan Pak Prabowo, sepertinya sudah diputuskan tidak benar, memang benar undang-undang ini produk DPRK yang digagas. waktu itu PDI Perjuangan dan sekarang Pak Presiden Prabowo baru melaksanakan,” ujarnya.
Vihadi justru menilai sikap PDIP saat ini merupakan upaya “melempar bola panas” ke pemerintahan Presiden Prabowo. Padahal, kenaikan PPN sebesar 12 persen yang tertuang dalam UU HPP merupakan produk PDIP.
“Jadi dalam hal ini kami melihat sikap PDIP terhadap PPN 12 persen itu sangat mengada-ada, makanya kami ingatkan, kalau mau dukung pemerintah, jangan begini, tapi kalau mau mengambil langkah oposisi, ya. Wihadi merupakan hak prerogratif PDIP.
Halaman selanjutnya
Vihadi justru menilai Presiden Prabowo “meneliti” kebijakan tersebut agar tidak berdampak pada masyarakat menengah ke bawah. Salah satunya dengan menaikkan PPN atas barang mewah.