Senin, 23 Desember 2024 – 08:36 WIB
Jakarta – Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Indonesia (PKB), Jazilul Fawaid angkat bicara soal keputusan pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.
Baca juga:
Gerindra menuding PDIP sebagai penggagas kenaikan PPN sebesar 12 persen
Menurut Jazilul, langkah tersebut sejalan dengan Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan Nomor 7 Tahun 2024 (UU GES), meski belakangan mendapat penolakan dari sebagian masyarakat karena membebani perekonomian masyarakat.
Terkait hal tersebut, Jazilul juga menilai wajar jika muncul polemik di masyarakat atas keputusan pemerintah menaikkan PPN dari 11% menjadi 12%.
Baca juga:
PSM Makassar menurunkan 12 pemain lawan Barito, Netizen: Bukan Hanya PPN 12
“Polemik kenaikan PPN menjadi 12 persen kami anggap wajar, meski sudah tidak diperlukan lagi, karena pada tahun 2021, hampir seluruh partai di DPRK menyetujui Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (SES). Kenaikan PPN menjadi 12% merupakan bagian dari implementasi UU Pembangkit Listrik Tenaga Air, kata Jazilul dalam keterangannya, Senin, 23 Desember 2024.
Baca juga:
Soal polemik PPN 12 persen, Gerindra lupa menyebut nilai-nilai PDIP
Jazilul mengatakan, Fraksi PKB DPR RI telah mempercayakan penuh kepada pemerintah untuk melaksanakan UU Pembangkit Listrik Tenaga Air secara benar dan rasional, sekaligus menunggu dampak kenaikan PPN menjadi 12% mulai awal tahun depan.
Fraksi PKB menyetujui kenaikan PPN menjadi 12 persen dengan harapan pemerintah terus menerapkan skema kebijakan ekonomi lainnya yang dapat meredam kenaikan harga dan tekanan terhadap daya beli masyarakat, ujarnya.
Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI ini khawatir, jika kenaikan PPN hingga 12% tidak dibarengi dengan kebijakan ekonomi lainnya, maka akan berdampak pada lemahnya daya beli masyarakat dan berujung pada stagnasi perekonomian.
“Saya berpendapat bahwa penerapan kebijakan kenaikan PPN menjadi 12% memerlukan keberanian negara dan dukungan dunia usaha agar tidak terjadi gejolak perekonomian di masyarakat, misalnya dikenakan PPN sebesar 12% terhadap barang mewah di tahap awal,” jelasnya.
Gus Jazil juga menuturkan, skema stimulus ekonomi yang disiapkan pemerintah untuk mengantisipasi krisis ekonomi pasca kenaikan PPN sebesar 12% telah berjalan dengan baik.
“Kami akan terus memonitor skema dukungan atau insentif ekonomi yang disiapkan pemerintah di DPRK agar berjalan baik karena keputusannya diambil bersama-sama,” kata Gus Jazil.
PPN akan naik menjadi 12%
Pemerintah resmi memutuskan menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pengenaan PPN sebesar 12 persen sejalan dengan Undang-Undang (UU) Harmonisasi Perpajakan Nomor 7 Tahun 2021.
Sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan, jadwal yang telah ditentukan ini akan menyebabkan kenaikan tarif PPN tahun depan menjadi 12 persen per 1 Januari (2025), kata Pengumpulan Kebijakan Ekonomi kepada Airlang dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, Desember 16 Agustus 2024.
Untuk barang dan jasa strategis seperti beberapa barang kebutuhan pokok dan barang penting (bapokting), pemerintah terus memberikan insentif pajak PPN.
Namun beberapa kebutuhan pokok yang dikecualikan dari PPN yaitu; nasi, ayam broiler, daging sapi, bandeng/ikan bolu, ikan kakalang/bumpfish, ikan tenggiri/bumpfish/ikan banyar/ikan gembolo/ikan aso-aso, ikan tuna/ikan ambu-ambu , ikan tongkol, telur, ayam broiler, hijau cabai, cabai merah, cabai rawit, bawang merah dan gula.
Selain itu, tepung terigu, minyak, dan gula industri merupakan bahan utama yang diberikan fasilitas berupa PPN ditanggung negara (DTP) sebesar 1 persen, artinya tarif PPN ditetapkan sebesar 11 persen.
Halaman selanjutnya
Fraksi PKB menyetujui kenaikan PPN menjadi 12 persen dengan harapan pemerintah terus menerapkan skema kebijakan ekonomi lainnya yang dapat meredam kenaikan harga dan tekanan terhadap daya beli masyarakat, ujarnya.