Rabu, 25 Desember 2024 – 22:20 WIB
Jakarta – Kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 menjadi polemik di masyarakat. Presiden Prabowo Subianto juga diimbau bertindak cepat menyikapi besarnya penolakan masyarakat terhadap kebijakan tersebut oleh berbagai kalangan.
Baca juga:
Respon Kejagung Terhadap Hukuman Damai Bagi Koruptor
Direktur Eksekutif Institute for Economic and Financial Development (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan, kepala negara bisa menggunakan kewenangannya untuk mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI soal pembatalan kenaikan tarif. Ada ruang bagi pemerintah untuk menyampaikan revisi RAPBN jika ada perubahan kebijakan fiskal.
Presiden juga bisa segera menerbitkan Keputusan Pemerintah (Perppu) pengganti undang-undang untuk dicabut. Menurutnya, hal tersebut sangat sah dan realistis, mengingat kenaikan tarif PPN membebani masyarakat dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Baca juga:
Menko Cak Imin mengatakan tidak akan ada bantuan sosial khusus akibat kenaikan PPN sebesar 12 persen.
“Itu soal kemauan politik dan bisa saja (dengan bantuan Perppu) karena saat ini kita mengakui situasi perekonomian sedang lesu dan tidak ada semangat,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Rabu, 25 Desember 2024.
Baca juga:
Elit PKS Puji Program Quick Win Era Prabowo Tapi Ingatkan Adanya Kebocoran Anggaran
Esther menjelaskan, selama kondisi perekonomian dan daya beli masyarakat stabil, pemerintah bisa menaikkan tarif PPN. Hal ini agar kebijakan tersebut tidak mengganggu stabilitas produk domestik bruto (PDB).
“Peran Presiden dalam memutuskan dan menunda kebijakan tarif PPN sangat memungkinkan. Pertanyaannya apakah akan dilakukan? Saya kira kenaikan PPN ini bisa ditunda sampai perekonomian kita benar-benar mulai tumbuh,” jelasnya.
Selain itu, kata dia, pemerintah mungkin akan berkaca pada pemerintah Malaysia yang telah menaikkan tarif PPN dan berdampak buruk terhadap perekonomian negara. Alhasil, Malaysia kembali menurunkan tarif PPN.
“Pemerintah Malaysia hanya menaikkan tarif PPN kemudian setelah mengetahui dampak kenaikan tarif tersebut menyebabkan penurunan volume ekspor, kemudian mengevaluasi kebijakan tersebut dan mengembalikan tarif PPN menjadi normal,” ujarnya.
Diketahui tarif PPN akan dinaikkan menjadi 12% mulai tahun depan. Namun pemerintah dapat mengubah tarif PPN 12 persen melalui mekanisme penyesuaian/modifikasi APBN dengan persetujuan DPR RI.
Setelah RAPBN disetujui menjadi UU APBN, Pemerintah akan menerbitkan PP tentang tarif PPN. Sebab, tarif PPN 12 persen sudah menjadi bagian dari UU APBN 2025 yang disepakati bersama antara pemerintah dan DPR. Hal ini juga sejalan dengan Undang-Undang Harmonisasi Lalu Lintas yang memungkinkan pemerintah mengubah tarif PPN minimal 5 persen dan maksimal 15 persen.
Halaman selanjutnya
Selain itu, kata dia, pemerintah mungkin akan berkaca pada pemerintah Malaysia yang telah menaikkan tarif PPN dan berdampak buruk terhadap perekonomian negara. Alhasil, Malaysia kembali menurunkan tarif PPN.