Rabu, 20 November 2024 – 05:46 WIB
Jakarta – Agus Joko Pramono, calon Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengklarifikasi dua kasus hukum yang disebut-sebut menyeret namanya.
Baca juga:
Kompol Ade Safri Firli memastikan kasus Bahuri masih berlarut-larut
Dua kasus yang dimaksud adalah transaksi ganjil tahun 2013 senilai sekitar Rp 115 miliar dan kasus suap proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Kementerian PUPR tahun 2020.
Agus mengaku kecewa dengan KPK. Dia menyatakan, banding yang diajukannya pada tahun 2020 tidak terkait dengan fakta kasus. Namun, hal itu hanya berlaku untuk statusnya sebagai saksi penuntut mantan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (SAA) Rizal Djalil.
Baca juga:
Komisi DPR telah menyelesaikan uji kelayakan calon III KPK
“Jadi saat itu saya sangat kecewa dengan sikap KPK karena saya diberitahu akan menjadi saksi. ada beban. Sebenarnya saya menjabat Wakil Ketua BPK saat itu, kata Agus, Selasa, 19 November 2024, saat menjalani pemeriksaan yang benar dan benar di Komisi III DPR, Senayan, Jakarta.
Sebelumnya, anggota komisi III DPR Nasir Djamil dan Rudianto Lallo menanyakan persoalan tersebut.
Baca juga:
Pimpinan KPK Agus Joko punya strategi seperti itu untuk mempertahankan pandangan Astacita Presiden Prabowo.
Agus menambahkan, sebagai lembaga publik, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya menjelaskan terlebih dahulu permasalahan pemanggilannya.
“Sebagai pimpinan lembaga negara, saya harus menyampaikan apa masalahnya, bukan sebagai pribadi, tapi jabatan,” kata Agus.
Agus juga mengatakan, sebaiknya KPK menanyakan terlebih dahulu apakah dirinya bersedia menjadi saksi penuntutan. Bukan sekadar seruan mendadak yang menuai pertanyaan dari masyarakat.
“Karena tantangan mempengaruhi kepercayaan. Karena begitu nama kami muncul di running text, warga sudah bertanya-tanya kenapa kami dipanggil. “Padahal dia adalah saksi dari pihak penuntut,” ujarnya.
Permasalahan ini, lanjutnya, sudah dilaporkan kepada pimpinan KPK. Menurut dia, dia menolak ajakan tersebut karena saat itu sedang berbicara dengan salah satu Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi soal pemberantasan korupsi.
Oleh karena itu, saya langsung menanyakan kepada Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi mengapa saya dipanggil dan mengapa saya tidak dibicarakan terlebih dahulu dalam konteks saksi penuntut.
“Karena ini saksi untuk penuntutan, bukan saksi fakta posisinya. Ternyata jawabannya normatif, saya tidak tahu, saya tidak mengerti, dan sebagainya, dan menurut saya seharusnya begitu. dilakukan sebagai pemimpin. Jangan seperti itu,” kata Agus.
Nah, terkait transaksi aneh senilai Rp 115 miliar tersebut, Agus meyakini kasus tersebut direkayasa oleh beberapa pihak.
Ia menjelaskan, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan persoalan ini kepada pekerja media.
“Saya masih menyimpan nama belakang jurnalis tersebut karena diberitahukan kepada saya oleh Kepala PPATK saat itu. “Nomor teleponnya masih ada, dll, terus kirim bunga, dll, dan menurut saya itu palsu,” katanya.
Saya berharap pengiriman bunga ini tidak mempengaruhi kredibilitas saya secara pribadi dan sebagai Wakil Ketua BPK selama empat tahun, tambahnya.
Halaman berikutnya
Permasalahan ini, lanjutnya, sudah dilaporkan kepada pimpinan KPK. Menurut dia, dia menolak ajakan tersebut karena saat itu sedang berbicara dengan salah satu Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi soal pemberantasan korupsi.