Terungkap Pemprov Jabar mengeluarkan ratusan siswa akibat kasus manipulasi PPDB 2024.

Kamis, 18 Juli 2024 – 04:00 WIB

VIVA – Plt Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin mengaku prihatin dengan masa depan bangsa akibat temuan manipulasi nilai rapor calon peserta didik (CPD) pada penerimaan peserta didik (PPDB) tahap kedua yang terkait dengan temuan penipuan sebelumnya.

Baca juga:

Dinas Pendidikan Depok memastikan guru yang memantau nilai rapor siswa akan diberi sanksi

Bey menjelaskan, pada PPDB jalur zonasi tahap pertama, Pemprov Jabar menemukan dan membatalkan 223 calon siswa karena pemalsuan informasi kependudukan, sedangkan pada tahap II ditemukan 54 calon siswa yang nilai rapornya dan terakhir mengatur kelulusan mereka. juga dibatalkan.

“PPDB tahun ini kita serius untuk menegakkan aturan. Kita tidak bangga dengan temuan dan pembatalan yang ada, malah kita sedikit sedih, karena seharusnya jenjang pendidikan ini awal dari kebaikan, tapi justru diawali dengan kepalsuan. kata Bey, dilansir Antara, Kamis, 18 Juli 2024.

Baca juga:

Menunggu 51 Siswa Penderita Gangguan Jiwa dalam Skandal Kecurangan Rapor Depok

Berdasarkan temuan yang ada, Bey mengatakan Pemprov Jabar akan melaporkannya ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebagai bahan evaluasi PPDB khususnya di tingkat SMA.

“Semuanya akan kami laporkan ke Kemendikbud tentang penilaian PPDB tahun ini, khususnya di tingkat SMA. Kami berharap tahun depan lebih baik lagi,” kata Bey.

Baca juga:

Nasib 51 siswa SMPN 19 Depok yang mendapat nilai rapor lolos PPDB SMAN

Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pendidikan Jabar Ade Afriandi mengatakan, temuan 54 kasus pemalsuan nilai rapor terjadi dua kasus di Sumedang dan di Kota Bandung satu kasus dengan menaikkan nilai beberapa mata pelajaran, sedangkan lebih banyak lagi. di Depok sebanyak 51 kasus terjadi karena penggantian seluruh nilai rapor atau pencucian rapor.

Plt Kepala Dinas Pendidikan Jabar Ade Afriandi mengatakan, pihaknya sudah melaporkan hal tersebut ke Pemkot Depok dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengusut petugas SMPN 19 Depok mulai dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru kelas hingga operator.

“CPD yang dilarang itu ditujukan untuk swasta, tapi terserah orang tua apakah mau bersekolah di Madrasah Aliya atau di pesantren. Dan lowongan diisi oleh CPD berdasarkan hasil koordinasi antara negeri dan swasta. kepala sekolah bersama Cabang Pelayanan yang dilakukan secara terbuka,” kata Ade.

Sedangkan untuk sekolah yang berasal dari masing-masing CPD, kata Ade, Inspektorat dan Dinas Pendidikan setempat diminta melakukan pembinaan dan pemeriksaan terhadap sekolah-sekolah tersebut, termasuk kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, guru kelas, dan operator sekolah menengah yang diduga melakukan praktik penipuan untuk penilaian.

“Untuk sanksinya ada seperti ASN PP 94, tapi kalau laporannya ada tindak pidana tentu diserahkan ke aparat penegak hukum, karena di KUHP itu terkait pemalsuan informasi dan sebagainya,” Ade ditambahkan.

Baca artikel menarik lainnya dari VIVA Education di tautan ini.

Halaman selanjutnya

“CPD yang dilarang itu ditujukan untuk swasta, tapi terserah orang tua apakah mau bersekolah di Madrasah Aliya atau di pesantren. Dan lowongan diisi oleh CPD berdasarkan hasil koordinasi antara negeri dan swasta. kepala sekolah bersama Cabang Pelayanan yang dilakukan secara terbuka,” kata Ade.

Halaman selanjutnya



Sumber