Sederet Alasan Danny JA Dianggap Jenius Multidimensi

Jakarta – Pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Satrio Arismunandar Danny mengatakan JA adalah seorang jenius modern asal Indonesia. Ia menyebut Danny JA adalah sosok berkepribadian multifaset yang berkontribusi besar terhadap politik, sastra, media sosial, dan aktivisme sosial.

Baca juga:

Danny JA menghadirkan malam tahun baru sebagai perayaan bagi seluruh masyarakat

“Di setiap bidang yang digelutinya, tidak hanya berhasil, tetapi juga menetapkan standar baru yang menginspirasi generasi penerus,” kata Satrio dalam esai perayaan ulang tahun Denny JA ke-62 pada 4 Januari 2025.

Satrio, mantan jurnalis Kompas, menilai Danny JA adalah sosok multidimensi yang melampaui batas-batas tradisional di setiap bidang yang digelutinya.

Baca juga:

Danny JA mengundang 200 anak yatim piatu ke teater dan menyampaikan pesan penting

“Dalam sejarah peradaban manusia, istilah ‘jenius’ sering diterapkan pada individu yang menciptakan inovasi di luar batas zamannya. Leonardo da Vinci menguasai seni, sains, dan teknik. Rabindranath Tagore berfokus pada sastra dan filsafat. Danny JA sudah menjadi sosok seperti itu di Indonesia di zaman modern ini, ujarnya.

Baca juga:

Danny JA merumuskan 6 Prinsip Emas Spiritualitas di Era AI

Satrio pun membeberkan beberapa alasan Danny menilai JA pantas disebut jenius. Pertama, Danny JA merevolusi dunia konsultasi politik.

Sebagai pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Danny JA merupakan pionir dalam modernisasi kampanye politik di Indonesia. Dia mengubah pendekatan tradisional berbasis intuisi menjadi strategi ilmiah berdasarkan survei dan penelitian opini publik. Dengan menggunakan data dan narasi, Danny JA merevolusi demokrasi Indonesia.

“Di bawah kepemimpinannya, LSI berhasil memenangkan lima pemilu presiden berturut-turut (2004, 2009, 2014, 2019, 2024), sebuah pencapaian yang belum pernah terjadi sebelumnya. Selain itu, LSI telah melayani puluhan gubernur dan lebih dari 100 pemimpin provinsi menjadi kunci keberhasilannya,” katanya. Satrio.

Sekjen Persatuan Penulis Indonesia SATUPENA Danny JA pun menjelaskan alasannya berbeda. Menurutnya, Danny JA tidak hanya memberikan informasi kepada kliennya, tetapi juga menciptakan narasi strategis yang menyentuh hati masyarakat.

Dengan pendekatan soft power, Danny JA membuktikan bahwa perubahan besar bisa dilakukan tanpa kekerasan, namun dengan strategi komunikasi yang matang.

Sebagai seorang wirausaha, Danny JA juga memiliki portofolio yang luas di industri properti, hotel, pertambangan, dan kuliner. Kekayaannya yang berjumlah lebih dari Rp 1 triliun menjadi bukti kemampuannya mengelola berbagai industri secara profesional.

Kedua, ia menilai Danny JA telah menciptakan genre baru dalam sastra. Pada tahun 2012, Danny JA menciptakan genre puisi esai, gabungan puisi, cerita naratif, dan isu sosial. Buku debutnya, Atas Nama Cinta, menjadi titik tolak gerakan sastra yang kini telah melahirkan lebih dari 150 buku esai dan puisi di Asia Tenggara.

Puisi esai tidak hanya sekedar ekspresi seni, tetapi juga sarana propaganda sosial. Genre ini telah digunakan untuk membahas isu-isu sensitif seperti diskriminasi agama, pernikahan anak, dan kekerasan berbasis gender.

“Puisi esai memadukan keindahan estetika dengan kedalaman sosial dan menciptakan karya yang tidak hanya menyentuh hati, tetapi juga sesuai dengan realitas masyarakat.

Dalam hal ini, Denny JA menginspirasi generasi penulis baru yang, seperti Johann Wolfgang von Goethe, melampaui sastra untuk mencapai dimensi kehidupan manusia.

Ketiga, Satrio mengatakan di era digital, Denny JA merupakan pionir yang memahami potensi media sosial sebagai alat pengaruh. Pada tahun 2014, majalah TIME menobatkannya sebagai salah satu dari 30 orang paling berpengaruh di Internet atas perannya dalam membentuk opini publik selama pemilihan presiden Indonesia.

Melalui media sosial, Danny JA tidak hanya berbicara kepada jutaan orang, tetapi juga menciptakan ruang diskusi untuk mengedepankan nilai-nilai keadilan dan demokrasi.

“Penghargaan Golden Tweet of the World yang diterimanya pada tahun 2014 merupakan bukti bagaimana ia menggunakan teknologi untuk perubahan sosial,” ujarnya.

Keempat, menurutnya Danny JA bisa memadukan seni dengan aktivisme. Sebagai pendiri gerakan non-diskriminasi di Indonesia, Danny JA membawa seni ke dalam bidang advokasi sosial. Esai puisi, video pendek, dan kampanye digital adalah alatnya untuk mendidik masyarakat tentang toleransi dan hak asasi manusia.

Danny JA memahami bahwa seni memiliki kekuatan lebih untuk menyentuh hati dibandingkan retorika politik atau wacana akademis. Pendekatan ini mengingatkan kita pada tokoh seperti Rabindranath Tagore yang juga menjadikan seni sebagai alat perubahan sosial, ujarnya.

Kelima, sebagai pemikir multidisiplin, Danny JA memperkenalkan enam prinsip emas spiritualitas di era AI. Prinsip-prinsip tersebut memadukan tradisi keagamaan, ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menciptakan keharmonisan di era modern.

Selain itu, Satrio juga menjelaskan empat alasan lain mengapa Danny JA disebut jenius. Pertama, inovasi terus-menerus. Menurutnya, Danny JA terus menciptakan sesuatu yang baru dan relevan di segala bidang mulai dari politik hingga sastra.

Selain itu, kata dia, Danny JA mempunyai pengaruh yang luas, artinya melalui karyanya ia mampu mempengaruhi tidak hanya secara individu, tetapi juga struktur sosial dan politik di Indonesia.

Kemudian Danny JA juga mendapat pengakuan internasional. Hal ini dibuktikan dengan perolehan penghargaan TIME dan pencapaian global lainnya yang menunjukkan bahwa ia telah melampaui batas-batas negara.

Terakhir, Denny JA memiliki kapasitas multidisiplin, menggabungkan sains, seni, dan aktivisme untuk menciptakan dampak berkelanjutan.

Danny JA adalah simbol potensi manusia untuk melampaui batas disiplin ilmu, berinovasi dan memberikan dampak nyata di dunia, ujarnya.

Dikatakannya, di usianya yang ke-62 tahun, Danny JA tidak hanya menjadi tokoh nasional, melainkan ikon global yang karyanya akan terus menginspirasi generasi mendatang.

Bagi Satrio, sisi kejeniusan Danny JA penting ditonjolkan agar bisa menjadi contoh sosok yang tidak hanya berinovasi, namun juga menanamkan pentingnya “The Power of Giving”.

Halaman selanjutnya

Sekjen Persatuan Penulis Indonesia SATUPENA Danny JA pun menjelaskan alasannya berbeda. Menurutnya, Danny JA tidak hanya memberikan informasi kepada kliennya, tetapi juga menciptakan narasi strategis yang menyentuh hati masyarakat.

Halaman selanjutnya



Sumber