Minggu, 12 Januari 2025 – 10:13 WIB
Jakarta – Ketua MPR RI 2019-2024 Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyambut baik ucapan terima kasih yang diberikan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri kepada pimpinan MPR RI 2019-2024 dan Presiden Prabowo Subyanto. Pencabutan Ketetapan MPRS XXXIII/MPRS/1967 sebagai langkah penting memulihkan nama baik Presiden pertama RI Soekarno saat perayaan HUT partai di kawasan Lenteng Agung, Jakarta, Jumat, 10 Januari 2025.
Baca juga:
Megawati memutuskan PDIP tidak akan menjadi oposisi Prabowo tetapi menolak masuk kabinet, kata Ahmed Basara
Sebelumnya, berdasarkan kesepakatan rapat Pimpinan MPR periode 2019-2024 tanggal 23 Agustus 2024 dan keputusan rapat paripurna MPR RI tanggal 25 September 2024 tentang penghentian masa jabatan MPR RI, Pimpinan MPR Tahun 1960 s/d 2002 seluruh Tap MPRS dan Tinjauan MPR tentang materiil dan status hukum Tap Sesuai dengan Pasal 6 TAP Nomor I/MPR/2003, Tap MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 dengan ini dinyatakan batal.
Tuduhan makar terhadap Soekarno telah gugur demi hukum, kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Baca juga:
Megawati bekerja sama dengan pemerintahan Prabowo tanpa masuk kabinet
Menurut Bamsoet, pencabutan Ketetapan MPRS XXXIII/MPRS/1967 merupakan langkah penting tidak hanya untuk mengembalikan nama baik Presiden Soekarno, tetapi juga mengembalikan sejarah Indonesia yang lebih adil dan akurat.
Baca juga:
Megawati berterima kasih kepada Prabowo, WNI bangun masjid di Jepang, banyak yang masuk Islam
Harapan bangsa yang lebih utuh dan bersatu dengan mengembalikan nama baik Soekarno bukan sekadar idealisme, melainkan kenyataan yang bisa dicapai dengan memahami dan menghormati sejarah bangsa, ujarnya.
Mantan Ketua DPR RI ini menjelaskan, keputusan MPR membatalkan Ketetapan MPRS XXXIII/MPRS/1967 juga sejalan dengan keinginan untuk melaksanakan rekonsiliasi sejarah.
Sebab, Soekarno adalah “Bapak Proklamasi” yang mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu, penting untuk mengenali kehadiran dan kontribusinya.
Hal ini tidak hanya akan mengembalikan kisah adil bagi Soekarno, tetapi juga membantu generasi muda Indonesia untuk lebih memahami sejarah bangsanya secara lebih obyektif.
Selain itu, Bamsoet menekankan pentingnya pencabutan Ketetapan MPRS XXXIII/MPRS/1967 terkait penguatan jati diri bangsa.
Menurutnya, jika masyarakat bisa memandang sosok Bung Karno tanpa tuduhan panjang lebar, maka peneguhan kesadaran akan sejarah bangsa akan semakin menguat.
“Kami berharap hal ini dapat memberikan semangat kepada generasi muda untuk mendukung nilai-nilai yang hadir dalam perjuangan Soekarno,” kata Bamsoet.
Katanya, Ketetapan MPRS Nomor 31 akan dicabut. XXXIII/MPRS/1967 merupakan titik awal tinjauan sejarah Indonesia yang lebih kritis bagi generasi sekarang dan mendatang.
Dengan mengembalikan nama baik Soekarno, kata Bamsoet, masyarakat diajak untuk merefleksikan perjuangan dan pemikirannya yang menjadi landasan penting bangsa Indonesia.
“Terutama semangat nasionalisme dan keberagaman yang sejalan dengan sila Pancasila,” ujarnya.
Sebagaimana disampaikan Bamsoet, perlu adanya pemahaman mendalam tentang bagaimana sejarah ditulis dan siapa saja yang terlibat dalam proses tersebut.
Para pemimpin nasional saat ini bertanggung jawab untuk menjadikan peristiwa baik dan buruk dalam sejarah sebagai pembelajaran bagi masyarakat Indonesia.
Masyarakat juga diharapkan berperan dalam mendiskusikan dan memaknai sejarah sebagai bagian dari identitas bangsa yang dinamis, serta memahami sejarah bangsanya secara lebih obyektif, ujarnya.
Bamsoet, Selain mencabut Ketetapan MPRS tentang Pemulihan Nama Baik Soekarno Periode 2019-2024, MPR RI juga resmi memulihkan nama baik Presiden ke-2 RI Soeharto dan Presiden ke-3 Abdurahman Wahid. (Gus Dur) Dengan mencoret nama Soeharto dan Gus Dur dari singgung MPR melalui keputusan rapat paripurna di akhir amanat MPR RI pada 25 September 2024.
Soal penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam Ketetapan MPR Nomor 11/MPR Tahun 1998 dinyatakan terhenti karena meninggalnya yang bersangkutan.
Begitu pula dengan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang jabatannya sudah tidak berlaku lagi.
MPR juga mengusulkan agar Soeharto dan Gus Durga dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Semua itu dilakukan oleh pimpinan Republik Kazakhstan sebagai bagian dari kesadaran kolektif kita untuk melaksanakan perjanjian nasional dan menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan.
“RRC adalah rumah nasional kita bersama. MPR adalah simbol seluruh bangsa Indonesia. MPR memperkokoh persatuan bangsa. (semut)
Halaman berikutnya
Mantan Ketua DPR RI ini menjelaskan, keputusan MPR membatalkan Ketetapan MPRS XXXIII/MPRS/1967 juga sejalan dengan keinginan untuk melaksanakan rekonsiliasi sejarah.