Pergub DKI Bolehkan Poligami, Usman Hamid: Kebijakan Diskriminatif terhadap Perempuan

Sabtu, 18 Januari 2025 – 06:23 WIB

Jakarta – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Osman Hamid menilai keputusan Gubernur DKI Jakarta yang membolehkan poligami (pergub) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan.

Baca juga:

Masuk bursa calon ketua umum PPP, kata Gus Ipul

“Praktik poligami bertentangan dengan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang telah diratifikasi oleh Indonesia. “Dua perjanjian hak asasi manusia internasional menyatakan bahwa poligami merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan karena menimbulkan ketimpangan dalam hubungan perkawinan,” kata Usman Hamid dalam keterangannya, 17 Januari 2025.

Osman menjelaskan, peraturan gubernur tersebut juga bertentangan dengan prinsip kesetaraan gender dan hak asasi manusia yang dijamin oleh peraturan nasional dan internasional.

Baca juga:

Jadwal kartu SIM sekitar Jakarta, Depok, Bandung, Bekasi, Sabtu 18 Januari 2025

Selain itu, menurutnya, Komite Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bertugas memantau pelaksanaan CRPD harus mengakhiri poligami karena praktik tersebut merendahkan martabat perempuan dan melanggar prinsip kesetaraan perkawinan. .

Baca juga:

Gencatan senjata Israel-Hamas, perbatasan Gaza diperkirakan akan segera dibuka untuk bantuan kemanusiaan

“Daripada membuat aturan yang mendiskriminasi perempuan, sebaiknya Pj Gubernur Jakarta dan pemerintah secara umum membuat aturan yang memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk mengajukan cerai dan mendapatkan hak asuh anak,” ujarnya.

Ia menambahkan, dalam banyak kasus, perempuan kesulitan mengajukan gugatan cerai karena terjebak dalam siklus panjang kekerasan dalam rumah tangga.

Pasal 3 ICCPR mengamanatkan negara-negara yang meratifikasi Konvensi untuk memastikan bahwa laki-laki dan perempuan menikmati hak yang sama, dan poligami bertentangan dengan prinsip ini karena mendiskriminasi perempuan.

“Pasal 5 (a) CEDAW juga mengamanatkan bahwa Negara-negara Pihak menghapuskan semua praktik yang menunjukkan inferioritas dan/atau superioritas laki-laki dan perempuan atau peran stereotip laki-laki dan perempuan,” kata Osman.

Oleh karena itu, Osman meminta Pj Gubernur DKI Jakarta Teguh Setyabudi mengkaji ulang kebijakan tersebut dan memastikan kebijakan tersebut tidak melanggar atau mendiskriminasi hak-hak perempuan.

“Sebaiknya Pj Gubernur Jakarta mengedepankan kebijakan yang mengedepankan kesetaraan gender dan melindungi hak asasi manusia di lingkungan ASN,” ujarnya.

Sebagai informasi, Kepala Badan Layanan Umum Provinsi DKI Jakarta Chaidir menjelaskan, Peraturan Tata Nikah dan Perceraian Gubernur (Pergub) Tahun 2025 bertujuan untuk mencegah pernikahan rahasia pegawai negeri sipil (ASN).

“Pergub ini mengatur tentang batasan kawin lagi bagi PNS laki-laki, serta syarat-syarat apa saja yang diperbolehkan dan syarat-syarat apa saja yang dilarang. Sehingga mencegah terjadinya perkawinan siri tanpa persetujuan istri sah maupun pejabat yang berwenang,” ujarnya. Chaidir dalam keterangannya, Jumat 17 Januari 2025.

Menurut Chaidir, perlu adanya regulasi dengan banyaknya ASN di Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. keras dan pendelegasian wewenang kepada ASN untuk menerbitkan surat nikah/akta cerai. Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil mengatur bahwa PNS yang melanggar PP Nomor 10 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990 dapat dikenakan sanksi disiplin berat salah satunya.

Selain perceraian, agar tidak terjadi kerugian keuangan daerah dalam pemberian tunjangan keluarga. Oleh karena itu, peraturan gubernur ini menjadi peringatan bagi ASN yang melakukan pelanggaran tersebut dan dapat dikenakan sanksi tegas.

Halaman berikutnya

“Pasal 5 (a) CEDAW juga mengamanatkan bahwa Negara-negara Pihak menghapuskan semua praktik yang menunjukkan inferioritas dan/atau superioritas laki-laki dan perempuan atau peran stereotip laki-laki dan perempuan,” kata Osman.

Halaman berikutnya



Sumber