PPN Naik Jadi 12% Orang Kaya Malah Ingin Tax Amnesty Jilid III Apakah Ada Ketidakadilan?

Jumat, 22 November 2024 – 00:10 WIB

Jakarta – Orang kaya mendapat amnesti pajak atau amnesti pajakKalangan masyarakat yang ingin menaikkan tarif pajak pertambahan nilai menjadi 12 persen pada tahun 2025. Hal itu masuk dalam Program Legislatif Nasional (Prolegnas) menyusul revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Baca juga:

Dengan menolak kenaikan PPN hingga 12%, YLKI membongkar ketidakadilan pemungutan pajak

Direktur Eksekutif Pratama Creston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono adalah kebijakan yang sedang dibicarakan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak atau rasio pajak.

“Ketika tarif pajak naik maka biaya pembangunan akan lebih fleksibel dan utang pemerintah bisa ditekan. Ini akan membuat APBN menjadi sehat, pendapatan utamanya berasal dari pajak,” kata Prianto saat dihubungi. VIVA Kamis, 21 November 2024.

Baca juga:

Pemerintah harus memastikan kenaikan PPN sebesar 12% memberikan manfaat bagi masyarakat

Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

Berdasarkan pengalaman selama ini amnesti pajak jilid I dan amnesti pajak Jilid II akan meningkatkan penerimaan pajak secara signifikan. Namun pertumbuhan ini tidak terlihat pada tahun-tahun berikutnya amnesti pajak akhir

Baca juga:

PPN naik 12 persen, Moeldoko optimistis masyarakat akan lebih memilih kendaraan listrik

Sebaliknya, Prianto menilai amnesti pajak Pengulangan yang terus-menerus ini menimbulkan rasa ketidakadilan. Sebab, para penghindar pajak mendapat karpet merah karena membayar pajak dengan tarif khusus. Tarif khusus ini lebih rendah dibandingkan tarif normal dalam UU Perpajakan.

Sedangkan wajib pajak harus membayar pajak dengan tarif standar. Kondisi seperti ini bisa menimbulkan antipati di kalangan wajib pajak yang berhak, jelasnya.

Ia mengatakan, wajib pajak yang patuh dikira tidak patuh dalam membayar pajak. Sebab, pemerintah akan memberikan tax amnesty pada jilid selanjutnya.

“Pernyataan tersebut semakin beralasan karena ketika ada kebijakan ada perlakuan tidak adil dari pemerintah amnesti pajak“, – dia menekankan.

Secara teori, lanjut Prianto, politik amnesti pajak itu harus dilakukan sekali dalam satu generasi. Namun, praktik mengatakan sebaliknya. Logikanya, kata dia, jika suatu negara membutuhkan dana segera tanpa memerlukan peraturan perpajakan, amnesti pajak menjadi pilihan yang paling masuk akal.

Gambar pajak

Gambar pajak

Foto:

  • pexels.com/Natalia Vaitkevich

“Dasar pemikiran yang digunakan adalah pemerintah harus memberikan ruang kepada para penghindar pajak untuk ‘bertobat’. Namun seperti disebutkan di atas, rasa keadilan wajib pajak diabaikan,” ujarnya.

Menurut Prianto, rencana kenaikan PPN sebesar 12% bisa dibatalkan dengan tiga cara. Pertama, menerbitkan Perppu perubahan Pasal 7 UU PPN.

Kedua, menyerahkan Peraturan Pemerintah (RPP) dan RUU APBN Perubahan 2025 untuk pembahasan kedua aturan revisi UU APBN 2025 yang disahkan dengan basis tarif 12 persen. Sedangkan yang ketiga, membuat naskah akademik revisi UU PPN.

Halaman berikutnya

Pernyataan tersebut semakin beralasan karena adanya perlakuan tidak adil yang dilakukan pemerintah saat kebijakan amnesti pajak diterapkan, ujarnya.

Halaman berikutnya



Sumber