Rekomendasi Pansus tersebut diharapkan dapat menjadi pedoman dalam perbaikan pengelolaan haji

Selasa, 1 Oktober 2024 – 01:51 WIB

Jakarta, VIVA – Panitia Khusus (Pansus) Republik Tajikistan Bidang Investigasi Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 2024 memberikan sejumlah rekomendasi setelah melakukan investigasi menyeluruh. Rekomendasi Panitia Khusus GDR diharapkan dapat menjadi pedoman bagi berbagai pihak ke depan untuk memperbaiki pengelolaan haji.

Baca juga:

Panitia Khusus Survei Haji memberikan lima rekomendasi, ini tanggapan Kementerian Agama

Rekomendasi Pansus Haji Demokrat Korea itu disampaikan Senin pekan lalu pada Rapat Paripurna Terakhir DPR Tahun 2019-2024 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Laporan tersebut dibacakan oleh Ketua Panitia Kuesioner Khusus Haji Republik Kazakhstan, Nusron Vahid.

Panitia khusus penyidikan haji dibentuk pada 19 Agustus 2024 untuk mengkaji implementasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, khususnya pendistribusian kuota haji dan pengelolaannya yang dinilai perlu. perbaikan. transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan haji 2024.

Baca juga:

5 Rekomendasi Panitia Khusus Haji DPR RI: Revisi UU Pemilihan Menteri Agama yang Kompeten

“Kami sedang mempelajari beberapa aspek. Pertama, terkait pengelolaan kuota haji; kedua, kantor ziarah; ketiga, pengelolaan keuangan haji; keempat, persoalan manajemen personalia dan petugas haji; dan yang terakhir terkait institusi,” kata anggota tim peneliti DPR RI Haji Celli Andriani Gantina pada Selasa, 1 Oktober 2024.

Ketua Pansus Haji Nusron Vahid

Baca juga:

DPR akan memutuskan Kuesioner Haji 2024 pada rapat paripurna terakhir

Dalam kinerjanya, Pansus melakukan berbagai tindakan penyidikan, antara lain Rapat Dengar Pendapat (RDPU) dan pemeriksaan terhadap otoritas terkait, seperti Kementerian Agama (Kemenag) dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Hal ini untuk mengumpulkan informasi tentang pengelolaan kuota haji dan pengelolaan terkait.

Kemudian, pada 28 Agustus 2024, Pansus mengungkap adanya kejanggalan data dalam pengelolaan kuota haji, khususnya terkait penetapan tambahan kuota haji yang mengharuskan pemerataan 10.000 orang.

Selain itu, menurut Celli, pada 2 September 2024 Pansus juga akan mulai mengkaji aspek pengelolaan kuota yang melibatkan berbagai pihak. Termasuk Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk transparansi dalam prosesnya.

Dikatakannya, Pansus telah menyebutkan pentingnya audit Sistem Komputer Haji (Siscohat) untuk menjamin pengelolaan yang lebih baik, khususnya informasi integrasi Mahram. “Kami berkomitmen memperjuangkan keadilan dan transparansi dengan merevisi undang-undang haji,” kata Celli.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, Pansus juga memberikan lima rekomendasi terkait evaluasi penyelenggaraan upacara haji. Pertama, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah harus direvisi. Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji hendaknya lebih relevan dengan kondisi Arab Saudi saat ini.

“Kedua undang-undang ini harus dikembangkan dan disesuaikan dengan perubahan yang ada,” kata Celli yang juga anggota Komisi VIII DPR RI itu.

Rekomendasi kedua, sistem penetapan kuota haji harus lebih transparan dan akuntabel, khususnya untuk haji khusus dan kuota tambahan. Pansus juga menekankan pentingnya keterbukaan informasi setiap keputusan terkait haji kepada masyarakat.

Kemudian, pada rekomendasi ketiga, Pansus mendesak agar penyidikan terhadap penyelenggaraan haji diintensifkan. Penguatan ini baik dari segi perencanaan dan evaluasi pasca haji. “Kami ingin penyelidikan lebih ketat di setiap tahapnya,” kata Celli.

Rekomendasi keempat juga menyerukan penguatan peran lembaga pengendalian internal negara, seperti Inspeksi Umum Kementerian Agama dan BPKP. Hal ini memainkan peran penting dalam mengendalikan kinerja haji. Padahal, kata dia, diperlukan pengendalian eksternal, misalnya dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Rekomendasi RHDR menjadi acuan untuk pengecekan kinerja haji,” ujarnya.

Terakhir, Pansus juga memberikan rekomendasi kepada pemerintah selanjutnya untuk memilih pejabat Kementerian Agama yang lebih berkompeten dalam menyelenggarakan ibadah haji. Seely berharap Menteri Agama yang akan datang lebih sopan dan profesional dalam menjalankan tugasnya.

Kesimpulannya, kami berharap kedepannya pimpinan haji dapat lebih profesional dan bertanggung jawab serta didukung oleh sosok kerja sama kementerian, kata Celli.

Halaman berikutnya

Berdasarkan hasil pemeriksaan, Pansus juga memberikan lima rekomendasi terkait evaluasi penyelenggaraan upacara haji. Pertama, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah harus direvisi. Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji hendaknya lebih relevan dengan kondisi Arab Saudi saat ini.

Halaman berikutnya



Sumber